Jumat, 19 Agustus 2016

SEJARAH KOPERASI BATIK ASIA TIMUR ASLI REPUBLIK INDONESIA (BATARI) DI SURAKARTA


Pada awal abad ke 20, industri batik di Laweyan memegang peranan penting dalam kehidupan politik. Laweyan sebagai pemukiman batik tumbuh pesat menjadi industri batik dan melahirkan para saudagar yang kekayaannya melebihi kaum bangsawan kraton. Saudagar bukan lagi kelompok wong cilik, tetapi diakui menjadi kelas menengah, namun memiliki kekuatan ekonomi yang tidak kalah dengan bangsawan.
Pada sekitar tahun 1930 terjadi depresi ekonomi yang berskala internasional. Depresi ini berakibat merosotnya harga bahan mentah di negara Barat, bangkrutnya pabrik-pabrik dan bank-bank. Industri batik Laweyan juga mengalami goncangan dengan harus mengurangi produksinya karena lesunya batik  di pasaran. Bahan baku batik di kawasan Laweyan bergantung dari impor luar negeri terutama Eropa (Belanda). Hal itu menimbulkan pengusaha pribumi sering terbentur dengan modal yang kecil, sehingga mereka terlibat dengan hutang dan jatuh pada renternir untuk memperoleh kredit modal. Dari pinjaman modal tersebut para pengusaha diharuskan untuk menjual sebagian hasil produksinya kepada renternir sebagai syarat kredit.
Budi Utomo hadir untuk mengatasi keterpurukan ini dan sebagai penggerak pendirian koperasi yang anggotanya para saudagar pribumi di Laweyan Surakarta. Koperasi Perserikatan Saudagar ini berusaha mendirikan industri tekstil sendiri. Industri tenun yang mulai tumbuh tentu saja juga menghidupkan kembali industri batik. Pada bidang ekonomi, para saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan koperasi dengan didirikannya Persatoean Peroesahaan Batik Boemi Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935.
Pada masa pendudukan militer Jepang, industri batik mengalami penurunan. Hal ini disebabkan kuatnya tekanan politik dan ekonomi yang dilakukan Jepang. Selain itu, konfrontasi Jepang dengan Sekutu mengakibatkan bahan baku produksi batik yang disediakan oleh industri tekstil Belanda tidak dapat diharapkan, sebab Belanda memiliki hubungan dengan sekutu. Hal ini yang mengakibatkan industri batik pada saat itu semakin sulit. Di satu sisi, rakyat ditekan oleh Jepang, di sisi lain produksi mereka terganggu karena kurang lancarnya bahan baku.
Pada tahun 1945, koperasi batik di Surakarta kembali aktif. Pengusaha batik terpecah menjadi dua kelompok. Sebagian tergabung dalam PBBIS di bawah pimpinan Priyoraharjo, dan sebagian tergabung dalam PERBIS di bawah pimpinan A. Muslim. Pada tahun 1948, setelah mendapat saran dari Teko Sumidwiryo, kedua pimpinan koperasi tersebut rela mengorbankan koperasi masing-masing dan bersama-sama mendirikan satu saja koperasi batik dalam satu daerah kerja Surakarta. Pada tanggal 1 Januari 1948, berdirilah koperasi Batari kepanjangan dari Batik Timur Asli Republik Indonesia.
Koperasi Batari adalah salah satu koperasi batik primer. Koperasi Batari menampung para pengusaha batik di Surakarta dan sekitarnya. Sejak berdirinya koperasi ini maka para pengusaha batik mulai bergabung ke dalam koperasi. Sebagai organisasi resmi berdiri, dengan segera Koperasi Batari mulai beraktifitas untuk memenuhi kebutuhan anggota untuk meningkatkan produktivitas usaha batikdan mencapai kemajuan industri batik di Eks Karesidenan Surakarta.
Di dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1967 pengertian yang tercantum dalam bab III bagian I pasal 3 menyebutkan bahwa koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi yang berwatak sosial. Beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Pengertian ini memberi gambaran tentang ciri ganda koperasi yaitu ekonomi dan sosial, namun koperasi tetap bekerja menurut prinsip-prinsip ekonomi dengan melandaskan unsur sosial yang tersirat pada asas koperasi. Watak sosial koperasi bukanlah watak dermawan atau bersedekah, tetapi lebih untuk mengutamakan kepentingan keseluruhan, koperasi menggarap kepentingan keseluruhan (bersama), kepentingan pribadi yang tidak tercerminkan dalam kepentingan bersama dipenuhi di luar koperasi. Sifat sosial ini lebih untuk menerangkan kedudukan anggota dalam koperasi, hubungan antara sesama anggota dengan pengurus.
Sifat sosial koperasi merupakan penjabaran yang luas dari asas kekeluargaan, bahwa hubungan sesama anggota di dalam berkoperasi terikat oleh rasa kebersamaan, rasa senasib sepenanggungan sehingga tumbuh sikap saling menolong. Perwujudan semangat ini adalah ketetapan di dalam anggaran dasar koperasi yang menyebutkan bahwa sisa hasil usaha (SHU) disisihkan untuk dana sosial. Koperasi Batari sebagai organisasi koperasi juga berusaha memenuhi amanat organisasi. Untuk bidang sosial Koperasi Batari memiliki agenda tersendiri dalam usaha mensejahterakan anggotanya dan masyarakat luas. Pokok dari sosial koperasi adalah dapat bermanfaat bagi masyarakat umum, khususnya mereka yang berekonomi lemah.
Kegiatan sosial yang dilaksanakan Koperasi Batari adalah mendirikan balai pengobatan atau poliklinik. Balai pengobatan ini didirkan untuk menjaga kesehatan buruh-buruh batik, pegawai koperasi dan keluarga pembatikan. Buruh-buuh dan pegawai koperasi mendapatkan pelayanan tanpa dipungut biaya dalam berobat. Keberadaan balai ini menjadi alternatif pilihan masyarakat sekitar utamanya para buruh-buruh. Mereka merasa lebih ringan ketika berobat ke balai tersebut.
Dalam masa percobaannya balai pengobatan Koperasi Batari kurang dapat bekerja secara maksimal. Hal ini dapat dipahami karena mereka masih bingung untuk mendapatkan dokter tetapnya. Akhirnya mereka mengangkat beberapa dokter sebagai dokter yang bertugas di balai pengobatan Koperasi Batari. Untuk melancarkan usaha ini diangkat pula beberapa perawat dalam membantu dokter-dokter tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan di balai pengobatan Koperasi Batari.
Keputusan mendirikan pengobatan ini ditetapkan pada rapat anggota sejak awal. Para anggota telah menyadari pentingnya keberadaan poliklinik untuk membantu memudahkan masyarakat dalam berobat. Pengalaman menjadi anggota Batari telah mendorong semua anggota bersikap lebih peka terhadap masyarakat dan mengenali kebutuhan masyarakat. Para anggota sadar bahwa kesehatan merupakan nikmat yang mahal. Untuk itu dengan kemampuan yang dimiliki lewat koperasi mereka berusaha meringankan masyarakat dalam berobat.
Dalam prakteknya banyak juga orang umum yang berobat ke poliklinik ini. Sarana kesehatan yang ada di daerah-daerah di luar Surakarta sat itu sangatlah kurang. Keberaaan balai in sangat dibutuhkan masyarakat dalam memelihara kesehatannya ketika hendak berobat. Dahulu untuk urusan berobat ternyata semakin meningkat. Hal ini menunjuukan respon positif dari masyarakat. Keberadaan balai pengobatan Koperasi Batari telah banyak membantu masyarakat sekitar, sebab biaya pengobatan lebih murah.
Perkembangan balai pengobatan dari tahun ke tahun semakin menunjukkan kemajuan. Koperasi melihat bahwa usaha ini harus terus ditingkatkan. Keberadaan balai pengobatan ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, utamanya mereka golongan menengah ke bawah. Buruh-buruh batik dari para pengusaha juga sangat terbantu dengan adanya poliklinik ini. Mereka jadi lebih mudah berobat dan dengan ongkos yang lebih murah. Balai Pengobatan Koperasi Batari merupakan pilihan untuk berobat. Balai ini dimanfaatkan oleh masyarakat, mereka yang bukan batikpun berobat ke poliklinik ini.
Pada tahun 1962,Pada saat Demokrasi Terpimpin yang mempunyai paham Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) yang sangat kuat, berusaha untuk memasukkan paham itu ke dalam segala aspek pemerintahan, tidak terkecuali pada usaha koperasi.
Pendidikan merupakan bagian dari kegiatan sosial koperasi sebagai wujud kepedulian pada sektor ini. Koperasi melihat bahwa pendidikan adalah salah satu kebutuhan pokok untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, sebab dengan ilmu masyarakat mampu berpikir ke depan, dan berbuat cerdas untuk kemajuan yang lebih baik. Meskipun dalam taraf yang relatif kecil, namun usaha di bidang ini cukup bermanfaat.
Semakin berkembannya Batik Batari tersebut menimbulkan suatu gagasan untuk menyisihkan keuntungannya untuk kepentingan sosial dengan mendirikan sebuah Yayasan. yang diberi nama Yayasan Pendidikan Batik Batari serta direalisasikan dengan berdirinya SMP dan SMA Batari. Dengan didirikannya kedua sekolah tersebut diharapkan dapat melahirkan bibit-bibit kader koperasi yang akan sangat berguna bagi perkembangan dan kemajuan koperasi di kemudian hari. Oleh karena itu pada sekolah-sekolah tersebut, selain masa pelajaran sebagaimana umumnya pelajaran SMP dan SMA, juga diajarkan sedikit mata pelajaran koperasi dan pengetahuan batik, serta pengetahuan dagang.
Pada mulanya yang dilakukan koperasi dalam bidang ini adalah membentuk sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Batik. TK ini berdiri sejak tahun 1957 tepatnya tanggal 18 Juli 1957. TK ini merupakan bagian dari kegiatan Koperasi Batari. Menurut informasi yang ada, dahulu TK ini diresmikan sendiri oleh Muh. Hatta wakil Presiden RI. Segala pembiayaan untuk TK ini diambilkan dari SHU Batari dan Bantuan GKBI. Keberadaan TK ini sangat bermanfaat bagi masyarakat bagi masyarakat sekitar, karena pada masa itu belum ada kesadaran pendidikan pra sekolah bagi anak, dan lagi belum banyak Taman kanak-Kanank yang di bekonang. Dapat dikatakan bahwa TK Batik merupakan pelopor keberadaan TK di Bekonang.
Usaha dalam bidang pendidikan dilanjutkan oleh Koperasi Batari dengan mendirikan SMP pada tanggal 1 Agustus 1957 dengan nama SMP Batari Surakarta. Penggunaan gedung diresmikan oleh Dr. Mohammad Hatta, Bapak Koperasi Indonesia pada tanggal 19 Juli 1957. Lokasi SMP Batik Surakarta sejak berdiri sampai dengan sekarang berlokasi di Jalan Slamet Riyadi 447 Surakarta dengan alamat Desa Griyan, Kalurahan Pajang, Kecamatan Laweyan Surakarta. Kepala sekolah pada awal berdirinya SMP Batari tersebut dijabat oleh Natsir Rosyidi tahun 1957-1959, yang kemudian digantikan oleh H. Mohammad Slamet tahun 1960-1992.
Tidak jauh dari SMP yang sudah terlebih dahulu didirikan, gedung untuk SMA Batari didirikan tepat di sebelah timur SMP Batari. SMA Batari sejak awal berdirinya sudah mengalami beberapa pergantiankepala yaitu pada tahun 1957-1958 dijabat oleh bapak Soekarno, kemudian Bapak Drs. Mardie AS., BA tahun 1958-1960, dan selanjutnya pada tahun 1960-1964 Bapak Prof. A. Wasit Aulawi, M.A.


Sumber :
Soedarmono. 2006. Mbok Mase, Pengusaha Batik Di Laweyan Surakarta Awal Abad 20. Jakarta: Yayasan Warna-Warni Indonesia.
Tugas Tri Wahyono dkk. 2014. Perempuan Laweyan Dalam Industri Batik Di Surakarta. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta.
Teko Sumodiwiryo. 1995. Kopeasi Dan Artinya Bagi Masyarakat Indonesia. Jakarta: Koperasi Pusat GKBI.

Benny Nugroho. Dinamika Koperasi Batari (Batik Timur Asli Republik Indonesia) Surakarta tahun 1948-1980. Skripsi S1 Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar