SEJARAH
KOPERASI BATIK ASIA TIMUR ASLI REPUBLIK INDONESIA (BATARI) DI SURAKARTA
Pada awal abad ke 20,
industri batik di Laweyan memegang peranan penting dalam kehidupan politik.
Laweyan sebagai pemukiman batik tumbuh pesat menjadi industri batik dan melahirkan
para saudagar yang kekayaannya melebihi kaum bangsawan kraton. Saudagar bukan
lagi kelompok wong cilik, tetapi
diakui menjadi kelas menengah, namun memiliki kekuatan ekonomi yang tidak kalah
dengan bangsawan.
Pada sekitar tahun 1930
terjadi depresi ekonomi yang berskala internasional. Depresi ini berakibat
merosotnya harga bahan mentah di negara Barat, bangkrutnya pabrik-pabrik dan
bank-bank. Industri batik Laweyan juga mengalami goncangan dengan harus
mengurangi produksinya karena lesunya batik
di pasaran. Bahan baku batik di kawasan Laweyan bergantung dari impor
luar negeri terutama Eropa (Belanda). Hal itu menimbulkan pengusaha pribumi
sering terbentur dengan modal yang kecil, sehingga mereka terlibat dengan
hutang dan jatuh pada renternir untuk memperoleh kredit modal. Dari pinjaman
modal tersebut para pengusaha diharuskan untuk menjual sebagian hasil
produksinya kepada renternir sebagai syarat kredit.
Budi Utomo hadir untuk
mengatasi keterpurukan ini dan sebagai penggerak pendirian koperasi yang anggotanya
para saudagar pribumi di Laweyan Surakarta. Koperasi Perserikatan Saudagar ini
berusaha mendirikan industri tekstil sendiri. Industri tenun yang mulai tumbuh
tentu saja juga menghidupkan kembali industri batik. Pada bidang ekonomi, para
saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan koperasi dengan
didirikannya Persatoean Peroesahaan Batik
Boemi Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935.
Pada masa pendudukan
militer Jepang, industri batik mengalami penurunan. Hal ini disebabkan kuatnya
tekanan politik dan ekonomi yang dilakukan Jepang. Selain itu, konfrontasi
Jepang dengan Sekutu mengakibatkan bahan baku produksi batik yang disediakan
oleh industri tekstil Belanda tidak dapat diharapkan, sebab Belanda memiliki
hubungan dengan sekutu. Hal ini yang mengakibatkan industri batik pada saat itu
semakin sulit. Di satu sisi, rakyat ditekan oleh Jepang, di sisi lain produksi
mereka terganggu karena kurang lancarnya bahan baku.
Pada tahun 1945,
koperasi batik di Surakarta kembali aktif. Pengusaha batik terpecah menjadi dua
kelompok. Sebagian tergabung dalam PBBIS di bawah pimpinan Priyoraharjo, dan
sebagian tergabung dalam PERBIS di bawah pimpinan A. Muslim. Pada tahun 1948,
setelah mendapat saran dari Teko Sumidwiryo, kedua pimpinan koperasi tersebut rela
mengorbankan koperasi masing-masing dan bersama-sama mendirikan satu saja
koperasi batik dalam satu daerah kerja Surakarta. Pada tanggal 1 Januari 1948,
berdirilah koperasi Batari kepanjangan dari Batik Timur Asli Republik
Indonesia.
Koperasi Batari adalah
salah satu koperasi batik primer. Koperasi Batari menampung para pengusaha batik
di Surakarta dan sekitarnya. Sejak berdirinya koperasi ini maka para pengusaha
batik mulai bergabung ke dalam koperasi. Sebagai organisasi resmi berdiri,
dengan segera Koperasi Batari mulai beraktifitas untuk memenuhi kebutuhan
anggota untuk meningkatkan produktivitas usaha batikdan mencapai kemajuan
industri batik di Eks Karesidenan Surakarta.
Di dalam Undang-Undang
No. 12 tahun 1967 pengertian yang tercantum dalam bab III bagian I pasal 3
menyebutkan bahwa koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi yang berwatak
sosial. Beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata
susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Pengertian ini memberi gambaran tentang ciri ganda koperasi yaitu ekonomi dan
sosial, namun koperasi tetap bekerja menurut prinsip-prinsip ekonomi dengan
melandaskan unsur sosial yang tersirat pada asas koperasi. Watak sosial
koperasi bukanlah watak dermawan atau bersedekah, tetapi lebih untuk
mengutamakan kepentingan keseluruhan, koperasi menggarap kepentingan
keseluruhan (bersama), kepentingan pribadi yang tidak tercerminkan dalam
kepentingan bersama dipenuhi di luar koperasi. Sifat sosial ini lebih untuk
menerangkan kedudukan anggota dalam koperasi, hubungan antara sesama anggota
dengan pengurus.
Sifat sosial koperasi
merupakan penjabaran yang luas dari asas kekeluargaan, bahwa hubungan sesama
anggota di dalam berkoperasi terikat oleh rasa kebersamaan, rasa senasib
sepenanggungan sehingga tumbuh sikap saling menolong. Perwujudan semangat ini
adalah ketetapan di dalam anggaran dasar koperasi yang menyebutkan bahwa sisa
hasil usaha (SHU) disisihkan untuk dana sosial. Koperasi Batari sebagai
organisasi koperasi juga berusaha memenuhi amanat organisasi. Untuk bidang
sosial Koperasi Batari memiliki agenda tersendiri dalam usaha mensejahterakan
anggotanya dan masyarakat luas. Pokok dari sosial koperasi adalah dapat
bermanfaat bagi masyarakat umum, khususnya mereka yang berekonomi lemah.
Kegiatan sosial yang
dilaksanakan Koperasi Batari adalah mendirikan balai pengobatan atau
poliklinik. Balai pengobatan ini didirkan untuk menjaga kesehatan buruh-buruh
batik, pegawai koperasi dan keluarga pembatikan. Buruh-buuh dan pegawai
koperasi mendapatkan pelayanan tanpa dipungut biaya dalam berobat. Keberadaan
balai ini menjadi alternatif pilihan masyarakat sekitar utamanya para
buruh-buruh. Mereka merasa lebih ringan ketika berobat ke balai tersebut.
Dalam masa percobaannya
balai pengobatan Koperasi Batari kurang dapat bekerja secara maksimal. Hal ini
dapat dipahami karena mereka masih bingung untuk mendapatkan dokter tetapnya.
Akhirnya mereka mengangkat beberapa dokter sebagai dokter yang bertugas di
balai pengobatan Koperasi Batari. Untuk melancarkan usaha ini diangkat pula
beberapa perawat dalam membantu dokter-dokter tersebut dalam memberikan
pelayanan kesehatan di balai pengobatan Koperasi Batari.
Keputusan mendirikan
pengobatan ini ditetapkan pada rapat anggota sejak awal. Para anggota telah
menyadari pentingnya keberadaan poliklinik untuk membantu memudahkan masyarakat
dalam berobat. Pengalaman menjadi anggota Batari telah mendorong semua anggota
bersikap lebih peka terhadap masyarakat dan mengenali kebutuhan masyarakat.
Para anggota sadar bahwa kesehatan merupakan nikmat yang mahal. Untuk itu
dengan kemampuan yang dimiliki lewat koperasi mereka berusaha meringankan
masyarakat dalam berobat.
Dalam prakteknya banyak
juga orang umum yang berobat ke poliklinik ini. Sarana kesehatan yang ada di
daerah-daerah di luar Surakarta sat itu sangatlah kurang. Keberaaan balai in
sangat dibutuhkan masyarakat dalam memelihara kesehatannya ketika hendak
berobat. Dahulu untuk urusan berobat ternyata semakin meningkat. Hal ini
menunjuukan respon positif dari masyarakat. Keberadaan balai pengobatan
Koperasi Batari telah banyak membantu masyarakat sekitar, sebab biaya
pengobatan lebih murah.
Perkembangan balai
pengobatan dari tahun ke tahun semakin menunjukkan kemajuan. Koperasi melihat
bahwa usaha ini harus terus ditingkatkan. Keberadaan balai pengobatan ini
benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, utamanya mereka golongan menengah ke
bawah. Buruh-buruh batik dari para pengusaha juga sangat terbantu dengan adanya
poliklinik ini. Mereka jadi lebih mudah berobat dan dengan ongkos yang lebih
murah. Balai Pengobatan Koperasi Batari merupakan pilihan untuk berobat. Balai
ini dimanfaatkan oleh masyarakat, mereka yang bukan batikpun berobat ke
poliklinik ini.
Pada tahun 1962,Pada
saat Demokrasi Terpimpin yang mempunyai paham Nasakom (Nasionalis, Agama, dan
Komunis) yang sangat kuat, berusaha untuk memasukkan paham itu ke dalam segala
aspek pemerintahan, tidak terkecuali pada usaha koperasi.
Pendidikan merupakan
bagian dari kegiatan sosial koperasi sebagai wujud kepedulian pada sektor ini.
Koperasi melihat bahwa pendidikan adalah salah satu kebutuhan pokok untuk
memajukan kesejahteraan masyarakat, sebab dengan ilmu masyarakat mampu berpikir
ke depan, dan berbuat cerdas untuk kemajuan yang lebih baik. Meskipun dalam
taraf yang relatif kecil, namun usaha di bidang ini cukup bermanfaat.
Semakin berkembannya
Batik Batari tersebut menimbulkan suatu gagasan untuk menyisihkan keuntungannya
untuk kepentingan sosial dengan mendirikan sebuah Yayasan. yang diberi nama
Yayasan Pendidikan Batik Batari serta direalisasikan dengan berdirinya SMP dan
SMA Batari. Dengan didirikannya kedua sekolah tersebut diharapkan dapat
melahirkan bibit-bibit kader koperasi yang akan sangat berguna bagi
perkembangan dan kemajuan koperasi di kemudian hari. Oleh karena itu pada
sekolah-sekolah tersebut, selain masa pelajaran sebagaimana umumnya pelajaran
SMP dan SMA, juga diajarkan sedikit mata pelajaran koperasi dan pengetahuan
batik, serta pengetahuan dagang.
Pada mulanya yang
dilakukan koperasi dalam bidang ini adalah membentuk sekolah Taman Kanak-Kanak
(TK) Batik. TK ini berdiri sejak tahun 1957 tepatnya tanggal 18 Juli 1957. TK
ini merupakan bagian dari kegiatan Koperasi Batari. Menurut informasi yang ada,
dahulu TK ini diresmikan sendiri oleh Muh. Hatta wakil Presiden RI. Segala
pembiayaan untuk TK ini diambilkan dari SHU Batari dan Bantuan GKBI. Keberadaan
TK ini sangat bermanfaat bagi masyarakat bagi masyarakat sekitar, karena pada
masa itu belum ada kesadaran pendidikan pra sekolah bagi anak, dan lagi belum
banyak Taman kanak-Kanank yang di bekonang. Dapat dikatakan bahwa TK Batik
merupakan pelopor keberadaan TK di Bekonang.
Usaha dalam bidang
pendidikan dilanjutkan oleh Koperasi Batari dengan mendirikan SMP pada tanggal
1 Agustus 1957 dengan nama SMP Batari Surakarta. Penggunaan gedung diresmikan
oleh Dr. Mohammad Hatta, Bapak Koperasi Indonesia pada tanggal 19 Juli 1957.
Lokasi SMP Batik Surakarta sejak berdiri sampai dengan sekarang berlokasi di
Jalan Slamet Riyadi 447 Surakarta dengan alamat Desa Griyan, Kalurahan Pajang,
Kecamatan Laweyan Surakarta. Kepala sekolah pada awal berdirinya SMP Batari
tersebut dijabat oleh Natsir Rosyidi tahun 1957-1959, yang kemudian digantikan
oleh H. Mohammad Slamet tahun 1960-1992.
Tidak jauh dari SMP
yang sudah terlebih dahulu didirikan, gedung untuk SMA Batari didirikan tepat
di sebelah timur SMP Batari. SMA Batari sejak awal berdirinya sudah mengalami
beberapa pergantiankepala yaitu pada tahun 1957-1958 dijabat oleh bapak
Soekarno, kemudian Bapak Drs. Mardie AS., BA tahun 1958-1960, dan selanjutnya
pada tahun 1960-1964 Bapak Prof. A. Wasit Aulawi, M.A.
Sumber
:
Soedarmono. 2006. Mbok Mase, Pengusaha Batik Di Laweyan
Surakarta Awal Abad 20. Jakarta: Yayasan Warna-Warni Indonesia.
Tugas Tri Wahyono dkk.
2014. Perempuan Laweyan Dalam Industri
Batik Di Surakarta. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB)
Yogyakarta.
Teko Sumodiwiryo. 1995.
Kopeasi Dan Artinya Bagi Masyarakat
Indonesia. Jakarta: Koperasi Pusat GKBI.
Benny Nugroho. Dinamika
Koperasi Batari (Batik Timur Asli Republik Indonesia) Surakarta tahun 1948-1980.
Skripsi S1 Ilmu Sejarah, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar