Senin, 15 Agustus 2016

Kesenian Dalam Kebudayaan Indis
Latar belakang munculnya kebudayaan Indis awalnya dimulai dari kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia dengan tujuan mencari rempah – rempah karena ada perselisihan antara Belanda dan Spanyol yang menyebabkan ditutupnya pelabuhan Lisabon oleh Spanyol dan Ditariknya Bea masuk yang tinggi di Konstatinopel oleh Turki. Hal inilah yang menyebabkan Belanda mencari sendiri Negeri penghasil rempah – rempah itu sendiri, sehingga pada bulan Maret 1599 tibalah Armada Belanda yang dipimpin oleh Jacob Van Neck di Maluku. Ekspedisi berhasil dengan baik sehingga Belanda pun bisa mendapat keuntungan sampai dengan 400 persen dari rempah – rempah yang dibawanya. Oleh karena itu timbul keinginan – keinginan untuk mendapatkan untung yang besar dari perusahaan – perusahaan ekspedisi Belanda yang menyebabkan munculnya persaingan – persaingan diantara perusahaan tersebut, untuk mengatasi persaingan – persaingan itu pada tahun 1598 parlemen Belanda (Staten Generaal) mengajukan usulan agar perserosan – perseroan yang saling bersaing itu sebaiknya menggabungkan diri mereka. Hal ini menyebabkan munculnya VOC pada bulan maret 1602 sebagai perserikatan maskapai Hindia Timur dibawah kepemimpinan Heeren XVII (Tuan – Tuan Tujuh Belas).
Awalnya tujuan VOC adalah berdagang oleh sebab itu mereka mulai mendirikan gudang – gudang (pakhuizen) untuk menimbun barang dagang mereka. Tetapi dalam perkembangannya Belanda ingin mengusai Indonesia sehingga VOC membutuhkan markas besar untuk pemerintahannya, dan gudang – gudang barang itu pun lambat laun berubah menjadi pos pertahanan. Awalnya VOC mendirikan markas besar di Ambon setelah kekalahan Portugis oleh Belanda pada 23 Februari 1605. Tetapi Ambon ternyata tidak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar, walaupun Ambon terletak tepat di jantung wilayah penghasil rempah – rempah, namun tempat ini jauh dari jalur – jalur utama perdagangan Asia dan karena itu jauh dari kegiatan – kegiatan VOC ditempat – tempat lain mulai dari Afrika sampai Jepang, sehingga VOC mencari tempat lain untuk dijadikan markas besar yang selanjutnya jatuh pada Banten. Banten adalah pusat perdagangan yang berkembang pesat pada saat kedatangan Portugis di Malaka. Pusat perdangan VOC yang tetap telah dibangun di Banten pada tahun 1603. Tetapi untuk dijadikan sebagai markas besar sepertinya Banten bukanlah tempat yang cocok karena di Banten VOC mendapat saingan yang hebat dari pedagang Cina dan Inggris, dan Kota Banten sendiri berada di bawah kekuasaan wangsa Banten yang kaya dan kuat. Selanjutnya pada tahun 1611 VOC mendirikan pos di Jayakarta (sekarang Jakarta) dan kemudian memilih Jayakarta sebagai markas besar karena tempat ini memiliki pelabuhan yang sangat bagus dan di puji oleh Tome Pires satu abad sebelumnya sebagai salah satupelabuhan yang paling baik di Jawa. Gubernur Jendral VOC pada saay itu, J. P. Coen juga berpikir bahwa VOC dapat disana. Setelah berkuasa pada tanggal 12 Maret 1619 nama Jayakarta diganti menjadi Batavia yang merupakan nama suku bangsa Jerman kuno di negeri Belanda. Dengan didirikannya Batavia inilah yang akan memunculkan orang – orang Indis.
Pada saat berdirinya Batavia sebagai pusat pemerintahan Belanda di Indonesia, pemerintah Belanda mengirimkan para wanita – wanita lajang dari Belanda ke Batavia untuk dijadikan istri oleh para prajurit Belanda yang tinggal di Batavia, tetapi dana untuk melakukan hal ini sangatlah besar sehingga tidak seluruhnya terlaksana sehingga orang – orang Belanda boleh menikah dengan orang – orang Pribumi. Awalnya diperbolehkannya pernikahan orang Belanda dengan Pribumi diawali oleh peristiwa diperkosanya seorang pembantu pribumi Gubernur Jendral J. P. Coen oleh tentara penjaganya sehingga J. P. Coen memperbolehkan pernikahan orang Belanda dan orang Pribumi yang hasilnya adalah orang – orang Indis sebagai pelaku budaya – budaya Indis.
Kebudayaan  Indis adalah kebudayaan yang tercipta dari proses alkulturasi budaya antara budaya Belanda sebagai bangsa penjajah dan budaya Pribumi sebagai bangsa terjajah yang mengakibatkan timbulnya budaya baru. Pada masa awal kehadirannya di Nusantara, peradaban Belanda kedudukannya lebih tinggi daripada budaya pribumi di Indonesia. Tetapi karena peradaban pribumi itu sudah tinggi sebelum Belanda datang maka lambat laun terjadilah alkulturasi budaya tersebut yang dikenal dengan kebudayaan Indis. Peranan orang – orang Jawa dalam kebudayaan Indis cukup besar oleh karena itu peran kepribadian bangsa (Local Genius) Jawa ikut menentukan dalam memberi warna kebudayaan Indis. Sedangkan  unsur-unsur kebudayaan Belanda mula-mula dibawa oleh para pedagang dan pejabat VOC, yang kemudian diikuti oleh para rohaniawan Protestan dan Katholik.  Kata “Indis” berasal dari bahasa Belanda Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda, yaitu nama daerah jajahan Belanda di seberang lautan yang secara geografis meliputi jajahan di kepulauan yang disebut Nederlandsch Oost Indie, untuk membedakan dengan sebuah wilayah jajahan lain yang disebut Nederlandsch West Indie, yang meliputi wilayah Suriname dan Curascao. Konsep Indis di sini hanya terbatas pada ruang lingkup di daerah kebudayaan Jawa, yaitu tempat khusus bertemunya kebudayaan Eropa (Belanda) dengan Jawa sejak abad XVIII sampai dengan abad XX.
Dalam proses akulturasi dua kebudayaan tersebut, peran penguasa kolonial di Hindia Belanda sangat menentukan. Sementara itu bangsa indonesia menerima nasib sebagai bangsa terjajah serta menyesuaikan diri sebagai aparat penguasa jajahan kolonial. Menurut para antropolog ada tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal, yaitu :
1. bahasa (lisan maupun tertulis)
2. peralatan dan perlengkapan hidup manusia
3. mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
4. sistem kemasyarakatan
5. kesenian
6. ilmu pengetahuan
7. religi
Pada kali ini saya akan membahas tentang kesenian yang terdapat pada budaya Indis. Untuk mengenali seni suatu bangsa secara luas, akan sedikit lebih mudah apabila kita dapat mengenali, memahami dan mengerti arti kata stijl atau gaya itu lebih dahulu. Stijl atau gaya dari bahasa Latin yaitu Stilus berarti alat penggores atau kalam bisa juga bermakna cara menggores atau menulis . Bahasa Belandanya schirjftrant atau stijl bahasa Jawanya cengkok atau cara. Pendapat kedua stijl dari bahasa Yunani yaitu stilisilo artinya batang tiang bahasa inggrisnya Style. Bagi seorang arkeolog, yang dimaksud dengan gaya, khususnya diutamakan pada motif atau pola. Dengan demikian, gaya secara tidak lansung dapat dipergunakan untuk memahami kualitas karya suatu budaya yang dapat membantunya untuk melokalisasi dan mendata suatu karya, kemudian untuk dikembangkan sebagai upaya mencari hubungan antara suatu karya kelompok-kelompok masyarakat, atau antara berbagai hasil budaya bangsa, misalnya untuk menentukan bentuk atau ciri penting suatu artefak, termasuk juga untuk menentukan keindahan artefak. Para arkeolog relatif hanya menggunakan sedikit saja istilah –istilah artistik dan perasaan keindahan, sedangkan yang diutamakan adalah artefak sebagai objek budaya. Sedankan bagi ahli sejarah seni rupa, pengertian gaya adalah objek yang pokok atau esensial di dalam penelitian dan pengamatan karya seni. Pakar sejarah seni mempelajari sebuah artefak atau manusia penciptanya secara mendalam, baik tentang sejauh perkembangan kehidupannya maupun problem-problem tentang susunan serta perubahannya.
Selanjutya Henk Baren menyebutkan bahwa kata stijl sendiri mempunyai empat macam pengertian, yaitu sebagai berikut:
1.      Gaya objektif (objectieve stijl), yaitu gaya dari benda atau barangnya itu sendiri.
2.      Subjectieve Stijl (persoonlijke stijl), yaitu gaya yang dimiliki oleh si seniman, penulis, pemahat, pelukis, dan arsitek, yang merupakan ciri sebagai pertanda dari hasil karyanya.
3.      Stijl massa (Nationale stijl), yaitu gaya yang menjadi ciri atau pertanda (watak) sesuatau bangsa, misalnya bangsa Eropa, orang Timur, Jepang, Indonesia, dan lainnya.
4.      Gaya khusus pada suatu keistimewaan teknik (technische stijl), yaitu tentang bahan atau material yang dipergunakan, misalnya bahan kayu atau besi sesuatu bangunan didirikan orang jadi, yang memegang peranan yaitu teknik dan material yang dipergunakan.
Akhirnya keempat gaya tersebut di atas selalu berkaitan dengan suatu zaman atau waktu, yang disebut orang gaya suatu zaman. Dengan mengenal dan memahami benar akan arti kelima jenis gaya tersebutdengan sadar dan paham benar, diharap hali ini membantu memudahkan penelitian hasil karya seni bangunan atau berbagai cabang seni lainnya, seperti : seni rupa, seni sastra, seni gerak, seni suara, dan sebagainya.
a.   Seni Kerajinan (Seni Kriya).
Seni kerajinan orang Jawa juga sudah sangat berkembang saat kehadiran orang Eropa. Raja-raja bumiputra memiliki tukang-tukang pengrajin yang sangat mahir. Mereka bertempat tinggal dalam wilayah desa tertentu secara turun-temurun. Contoh nama desa-desa masih dapat dirunut dari toponim di bekas ibukota kerajaan kuno, seperti di Kotagede sebagai ibukota Kerajaan Mataram Islam, misalnya nama desa : Batikan, Patalan, Sayangan, Sekaran, Bludiran, dan sebagainya. Kebesaran dan kekayaan seorang raja atau bangsawan ditunjukkan dengan cara mengenakan kelengkapan pakaian dan pemilikan benda benda seni yang bermutu tinggi. Berbagai usaha untuk memelihara dan merawat benda benda tersebut diusahakan sebaik - baiknya dengan ramuan dan ramuan khusus tradisional bahkan dengan mantra mantra. Kepemilikan benda kebesaaran itu harus diteruskan oleh para priyayi yang mengabdi pada pemerintah Belanda. Dari hasil seni karya kerajinan ini tumbuh bermacam macam pengetahuan misalnya tentang pamor keris, berbagai bentuk ukir ukiran, ragam hias dengan berbagai arti simbolik di belakangnya, dan sebagainya.
Selain itu seni yang sedang berkembang di Jawa bahkan di seluruh pelosok Nusantara adalah seni pintal atau tenun. Pada masa ini alat tenun dapat dikatakan terdapat pada setiap rumah tangga. Sehingga tak heran bahwa pada masa itu seni kerajinan merupakan komoditi perdagangan. Tetapi dalam perkembangannya pabrik menghasilkan barang-barang kerajinan yang dahulunya dibuat oleh masyarakat, maka berangsur – angsur produksi barang  kerajinan oleh masyarakat menurun dan beberapa diantaranya punah. Masa ini sering disebut sebagai “jaman sukar” atau malaise (orang jawa menyebut jaman meleset) yang melanda Hindia Belanda pada perempat kedua abad XX.  Dengan demikian kehidupan para seniman semakin susah yang berakibat tidak diturunkannya pengetahuan tentang kesenian kepada anak cucu mereka yang meyebabkan banyak pusat kerajinan hilang diberbagai tempat di Jawa Pada tahun 1888 pihak pemerintah Belanda tergugah untuk memajukan kembali usaha kerajinan namun tidak terlalu berhasil. Pada tahun 1888 diadakan pameran di museum museum. Pemerintah juga mengembangkan pendidikan seni kerajinan bahkan mencari pasaran Eropa. Kemudian pada tahun 1904 terbit berbagai macam buku tentang seni kerajinan. Berkat jasa para sarjana Belanda tersebut. Berbagai karyaseni dan kerajinan jawa tertulis dapat didokumentasikan. Salah satu contohnya adalah terbitnya buku karya G. P. Rouffaer tentang seni kerajinan.

b.   Seni Pertunjukkan Sastra dan Film.
Dalam seni pertunjukkan sastra dan film ada tokoh bernama Augustine Michiels, ia adalah seorang Kapitein der Papangers yang memiliki darah Eropa-Asia, perihal kehidupannya dapat mewakili gaya hidup orang Indis yang ditunjukan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah tangganya. Ia mempunyai budaknya yang bertugas khusus menghibur dengan menjadi “pemain musik”. Dari kelompok mereka ini terbentuk apa yang disebut oleh F. De Haan disebut sebagai slaven concerten atau slavenorkest. Memiliki slavenorkest atau budak pemain musik, menunjukan suatu gaya hidup mewah dengan derajat tertentu di kalangan para landheer pada zaman itu. Di Keraton Sultan Hamengku Buwono di Jogjakarta terdapat juga abdi dalam pemain musik barat. Para pemain musik Barat ini bertempat tinggal di Kampung Musikanan dan di halaman dalam Keraton terdapat bangunan koepel khususnya untuk tempat bermain musik.
Bahkan orang Cina juga melatih budak mereka untuk menjadi artis dalam rombongan sandiwara Cina, yang berkembang pesat dimasa itu. Pada masa itu juga harga budak yang bisa bermusik sangat mahal. Selanjutnya Pauline de Milone menunjukan bahwa gaya Indis di Jakarta memiliki “ciri-ciri gaya seni setempat ditambah unsur-unsur seni Cina” yang dapat pula disimak dalam beberapa bentuk musik rakyat Betawi hingga kini. Jika ciri Indis dengan unsur musik brass-band dari Eropa terlihat kuat dalam tanjidor yang sekarang cenderung semakin memudar, maka unsur nada musik Cina jelas terdengar dalam gambang kromong. Paduan selaras daari kedua unsur luar ini terwakili dengan baik dalam musik keroncong. Bentuk paduan irama musik dengan gerak tari dalam teater melahirkan ciri Indis, yang dikenal sebagai  komedi stamboelStamboelan atau lagu-lagu yang dibuat khusus untuk mengiringi bagian-bagian yang penuh sentimen dari adegan komedi stamboel. Lagu itu harus dinyanyikan dengan nada yang lebih halus, lembut, mengharukan dan mendayu-dayu. Pada perkembangannya kemudian lagu-lagu stamboel dimainkan di luar acara musik panggung komedi stamboel. Salah satu tokoh komedi stamboel ini adalah August Mahieu seorang pemuda keturunan Jawa-Perancis.
Pada mulanya komedi stamboel diduga berasal dari Turki, tetapi sebenarnya tidak komedi stamboel adalah hasil usaha kaum pribumi itu sendiri. Pemberian nama komedi stamboel dilakukan oleh August Mahieu yang berasal dari kata “Instambul” atau “Constatinopel”. August Mahieu memberikan nama komedi stambul karena cerita – cerita dari komedi stambul sendiri kebanyakan mengambil kisah dari cerita 1001 malam, yaitu suatu cerita dari masa kebesaran Kerajaan Turki Muslim. Kelengkapan bajunya dengan Fes merah, banyak dikenakan oleh para aktor stamboel. Lagu-lagu dan iringan pada komedi stamboel adalah lagu-lagu Melayu.

              Contoh: Kebudayaan Indis pada bidang kesenian adalah Komedi Stambul
                              
Sumber:
Rickelfs, M. C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. terj. Drs. Dharmono Hardjowdjono. Jogjakarta: Gajah Mada University Press.
Soekiman, Prof. Dr Djoko.2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya Di Jawa (Abad XVIII – Medio Abad XX). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar