Kesenian Dalam Kebudayaan Indis
Latar
belakang munculnya kebudayaan Indis awalnya dimulai dari kedatangan bangsa
Belanda ke Indonesia dengan tujuan mencari rempah – rempah karena ada
perselisihan antara Belanda dan Spanyol yang menyebabkan ditutupnya pelabuhan
Lisabon oleh Spanyol dan Ditariknya Bea masuk yang tinggi di Konstatinopel oleh
Turki. Hal inilah yang menyebabkan Belanda mencari sendiri Negeri penghasil
rempah – rempah itu sendiri, sehingga pada bulan Maret 1599 tibalah Armada
Belanda yang dipimpin oleh Jacob Van Neck
di Maluku. Ekspedisi berhasil dengan baik sehingga Belanda pun bisa
mendapat keuntungan sampai dengan 400 persen dari rempah – rempah yang
dibawanya. Oleh karena itu timbul keinginan – keinginan untuk mendapatkan
untung yang besar dari perusahaan – perusahaan ekspedisi Belanda yang
menyebabkan munculnya persaingan – persaingan diantara perusahaan tersebut,
untuk mengatasi persaingan – persaingan itu pada tahun 1598 parlemen Belanda (Staten Generaal) mengajukan usulan agar
perserosan – perseroan yang saling bersaing itu sebaiknya menggabungkan diri
mereka. Hal ini menyebabkan munculnya VOC pada bulan maret 1602 sebagai
perserikatan maskapai Hindia Timur dibawah kepemimpinan Heeren XVII (Tuan – Tuan Tujuh Belas).
Awalnya
tujuan VOC adalah berdagang oleh sebab itu mereka mulai mendirikan gudang –
gudang (pakhuizen) untuk menimbun barang dagang mereka. Tetapi dalam
perkembangannya Belanda ingin mengusai Indonesia sehingga VOC membutuhkan
markas besar untuk pemerintahannya, dan gudang – gudang barang itu pun lambat
laun berubah menjadi pos pertahanan. Awalnya VOC mendirikan markas besar di
Ambon setelah kekalahan Portugis oleh Belanda pada 23 Februari 1605. Tetapi
Ambon ternyata tidak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar, walaupun
Ambon terletak tepat di jantung wilayah penghasil rempah – rempah, namun tempat
ini jauh dari jalur – jalur utama perdagangan Asia dan karena itu jauh dari
kegiatan – kegiatan VOC ditempat – tempat lain mulai dari Afrika sampai Jepang,
sehingga VOC mencari tempat lain untuk dijadikan markas besar yang selanjutnya
jatuh pada Banten. Banten adalah pusat perdagangan yang berkembang pesat pada
saat kedatangan Portugis di Malaka. Pusat perdangan VOC yang tetap telah
dibangun di Banten pada tahun 1603. Tetapi untuk dijadikan sebagai markas besar
sepertinya Banten bukanlah tempat yang cocok karena di Banten VOC mendapat
saingan yang hebat dari pedagang Cina dan Inggris, dan Kota Banten sendiri
berada di bawah kekuasaan wangsa Banten yang kaya dan kuat. Selanjutnya pada
tahun 1611 VOC mendirikan pos di Jayakarta (sekarang Jakarta) dan kemudian
memilih Jayakarta sebagai markas besar karena tempat ini memiliki pelabuhan
yang sangat bagus dan di puji oleh Tome Pires satu abad sebelumnya sebagai
salah satupelabuhan yang paling baik di Jawa. Gubernur Jendral VOC pada saay
itu, J. P. Coen juga berpikir bahwa VOC dapat disana. Setelah berkuasa pada
tanggal 12 Maret 1619 nama Jayakarta diganti menjadi Batavia yang merupakan
nama suku bangsa Jerman kuno di negeri Belanda. Dengan didirikannya Batavia
inilah yang akan memunculkan orang – orang Indis.
Pada
saat berdirinya Batavia sebagai pusat pemerintahan Belanda di Indonesia,
pemerintah Belanda mengirimkan para wanita – wanita lajang dari Belanda ke
Batavia untuk dijadikan istri oleh para prajurit Belanda yang tinggal di
Batavia, tetapi dana untuk melakukan hal ini sangatlah besar sehingga tidak
seluruhnya terlaksana sehingga orang – orang Belanda boleh menikah dengan orang
– orang Pribumi. Awalnya diperbolehkannya pernikahan orang Belanda dengan
Pribumi diawali oleh peristiwa diperkosanya seorang pembantu pribumi Gubernur
Jendral J. P. Coen oleh tentara penjaganya sehingga J. P. Coen memperbolehkan
pernikahan orang Belanda dan orang Pribumi yang hasilnya adalah orang – orang
Indis sebagai pelaku budaya – budaya Indis.
Kebudayaan Indis adalah kebudayaan yang tercipta dari
proses alkulturasi budaya antara budaya Belanda sebagai bangsa penjajah dan
budaya Pribumi sebagai bangsa terjajah yang mengakibatkan timbulnya budaya
baru. Pada masa awal kehadirannya di Nusantara, peradaban Belanda kedudukannya
lebih tinggi daripada budaya pribumi di Indonesia. Tetapi karena peradaban
pribumi itu sudah tinggi sebelum Belanda datang maka lambat laun terjadilah
alkulturasi budaya tersebut yang dikenal dengan kebudayaan Indis. Peranan orang
– orang Jawa dalam kebudayaan Indis cukup besar oleh karena itu peran
kepribadian bangsa (Local Genius) Jawa ikut menentukan dalam memberi warna
kebudayaan Indis. Sedangkan unsur-unsur kebudayaan Belanda mula-mula dibawa oleh para pedagang dan pejabat VOC,
yang kemudian diikuti oleh para rohaniawan Protestan dan Katholik. Kata “Indis” berasal dari bahasa Belanda
Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda, yaitu nama daerah jajahan Belanda di
seberang lautan yang secara geografis meliputi jajahan di kepulauan yang
disebut Nederlandsch Oost Indie, untuk membedakan dengan sebuah wilayah jajahan
lain yang disebut Nederlandsch West Indie, yang meliputi wilayah Suriname dan
Curascao. Konsep Indis di sini hanya terbatas pada ruang lingkup di daerah
kebudayaan Jawa, yaitu tempat khusus bertemunya kebudayaan Eropa (Belanda)
dengan Jawa sejak abad XVIII sampai dengan abad XX.
Dalam
proses akulturasi dua kebudayaan tersebut, peran penguasa kolonial di Hindia Belanda
sangat menentukan. Sementara itu bangsa indonesia menerima nasib sebagai bangsa
terjajah serta menyesuaikan diri sebagai aparat penguasa jajahan kolonial. Menurut
para antropolog ada tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal, yaitu :
1.
bahasa (lisan maupun tertulis)
2.
peralatan dan perlengkapan hidup manusia
3. mata
pencaharian hidup dan sistem ekonomi
4.
sistem kemasyarakatan
5.
kesenian
6. ilmu
pengetahuan
7.
religi
Pada
kali ini saya akan membahas tentang kesenian yang terdapat pada budaya Indis.
Untuk mengenali seni suatu bangsa secara luas, akan sedikit lebih mudah apabila
kita dapat mengenali, memahami dan mengerti arti kata stijl atau gaya itu lebih
dahulu. Stijl atau gaya dari bahasa
Latin yaitu Stilus berarti alat
penggores atau kalam bisa juga bermakna cara menggores atau menulis . Bahasa
Belandanya schirjftrant atau stijl bahasa Jawanya cengkok atau cara.
Pendapat kedua stijl dari bahasa
Yunani yaitu stilisilo artinya batang tiang bahasa inggrisnya Style. Bagi seorang arkeolog, yang
dimaksud dengan gaya, khususnya diutamakan pada motif atau pola. Dengan
demikian, gaya secara tidak lansung dapat dipergunakan untuk memahami kualitas
karya suatu budaya yang dapat membantunya untuk melokalisasi dan mendata suatu
karya, kemudian untuk dikembangkan sebagai upaya mencari hubungan antara suatu
karya kelompok-kelompok masyarakat, atau antara berbagai hasil budaya bangsa,
misalnya untuk menentukan bentuk atau ciri penting suatu artefak, termasuk juga
untuk menentukan keindahan artefak. Para arkeolog relatif hanya menggunakan
sedikit saja istilah –istilah artistik dan perasaan keindahan, sedangkan yang
diutamakan adalah artefak sebagai objek budaya. Sedankan bagi ahli sejarah seni
rupa, pengertian gaya adalah objek yang pokok atau esensial di dalam penelitian
dan pengamatan karya seni. Pakar sejarah seni mempelajari sebuah artefak atau
manusia penciptanya secara mendalam, baik tentang sejauh perkembangan
kehidupannya maupun problem-problem tentang susunan serta perubahannya.
Selanjutya
Henk Baren menyebutkan bahwa kata stijl sendiri mempunyai empat macam pengertian,
yaitu sebagai berikut:
1.
Gaya
objektif (objectieve stijl), yaitu
gaya dari benda atau barangnya itu sendiri.
2.
Subjectieve Stijl (persoonlijke stijl), yaitu gaya yang
dimiliki oleh si seniman, penulis, pemahat, pelukis, dan arsitek, yang
merupakan ciri sebagai pertanda dari hasil karyanya.
3.
Stijl massa (Nationale
stijl), yaitu gaya yang menjadi ciri atau pertanda (watak) sesuatau bangsa,
misalnya bangsa Eropa, orang Timur, Jepang, Indonesia, dan lainnya.
4.
Gaya
khusus pada suatu keistimewaan teknik (technische
stijl), yaitu tentang bahan atau material yang dipergunakan, misalnya bahan
kayu atau besi sesuatu bangunan didirikan orang jadi, yang memegang peranan yaitu
teknik dan material yang dipergunakan.
Akhirnya
keempat gaya tersebut di atas selalu berkaitan dengan suatu zaman atau waktu,
yang disebut orang gaya suatu zaman. Dengan mengenal dan memahami benar akan
arti kelima jenis gaya tersebutdengan sadar dan paham benar, diharap hali ini
membantu memudahkan penelitian hasil karya seni bangunan atau berbagai cabang
seni lainnya, seperti : seni rupa, seni sastra, seni gerak, seni suara, dan
sebagainya.
a.
Seni Kerajinan (Seni
Kriya).
Seni
kerajinan orang Jawa juga sudah sangat berkembang saat kehadiran orang Eropa.
Raja-raja bumiputra memiliki tukang-tukang pengrajin yang sangat mahir. Mereka
bertempat tinggal dalam wilayah desa tertentu secara turun-temurun. Contoh nama
desa-desa masih dapat dirunut dari toponim di bekas ibukota kerajaan kuno,
seperti di Kotagede sebagai ibukota Kerajaan Mataram Islam, misalnya nama desa
: Batikan, Patalan, Sayangan, Sekaran, Bludiran, dan sebagainya. Kebesaran dan
kekayaan seorang raja atau bangsawan ditunjukkan dengan cara mengenakan
kelengkapan pakaian dan pemilikan benda benda seni yang bermutu tinggi.
Berbagai usaha untuk memelihara dan merawat benda benda tersebut diusahakan
sebaik - baiknya dengan ramuan dan ramuan khusus tradisional bahkan dengan
mantra mantra. Kepemilikan benda kebesaaran itu harus diteruskan oleh para
priyayi yang mengabdi pada pemerintah Belanda. Dari hasil seni karya kerajinan
ini tumbuh bermacam macam pengetahuan misalnya tentang pamor keris, berbagai
bentuk ukir ukiran, ragam hias dengan berbagai arti simbolik di belakangnya,
dan sebagainya.
Selain
itu seni yang sedang berkembang di Jawa bahkan di seluruh pelosok Nusantara
adalah seni pintal atau tenun. Pada masa ini alat tenun dapat dikatakan
terdapat pada setiap rumah tangga. Sehingga tak heran bahwa pada masa itu seni
kerajinan merupakan komoditi perdagangan. Tetapi dalam perkembangannya pabrik
menghasilkan barang-barang kerajinan yang dahulunya dibuat oleh masyarakat,
maka berangsur – angsur produksi barang kerajinan oleh masyarakat menurun dan beberapa
diantaranya punah. Masa ini sering disebut sebagai “jaman sukar” atau malaise (orang jawa menyebut jaman
meleset) yang melanda Hindia Belanda pada perempat kedua abad XX. Dengan demikian kehidupan para seniman semakin
susah yang berakibat tidak diturunkannya pengetahuan tentang kesenian kepada
anak cucu mereka yang meyebabkan banyak pusat kerajinan hilang diberbagai
tempat di Jawa Pada tahun 1888 pihak pemerintah Belanda tergugah untuk
memajukan kembali usaha kerajinan namun tidak terlalu berhasil. Pada tahun 1888
diadakan pameran di museum museum. Pemerintah juga mengembangkan pendidikan
seni kerajinan bahkan mencari pasaran Eropa. Kemudian pada tahun 1904 terbit
berbagai macam buku tentang seni kerajinan. Berkat jasa para sarjana Belanda tersebut.
Berbagai karyaseni dan kerajinan jawa tertulis dapat didokumentasikan. Salah
satu contohnya adalah terbitnya buku karya G. P. Rouffaer tentang seni
kerajinan.
b.
Seni Pertunjukkan Sastra
dan Film.
Dalam
seni pertunjukkan sastra dan film ada tokoh bernama Augustine Michiels, ia adalah seorang Kapitein der Papangers yang memiliki darah Eropa-Asia, perihal
kehidupannya dapat mewakili gaya hidup orang Indis yang ditunjukan dalam
kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah tangganya. Ia mempunyai budaknya yang
bertugas khusus menghibur dengan menjadi “pemain musik”. Dari kelompok mereka
ini terbentuk apa yang disebut oleh F. De
Haan disebut sebagai slaven concerten
atau slavenorkest. Memiliki slavenorkest atau budak pemain musik,
menunjukan suatu gaya hidup mewah dengan derajat tertentu di kalangan para landheer pada zaman itu. Di Keraton
Sultan Hamengku Buwono di Jogjakarta terdapat juga abdi dalam pemain musik
barat. Para pemain musik Barat ini bertempat tinggal di Kampung Musikanan dan
di halaman dalam Keraton terdapat bangunan koepel khususnya untuk tempat
bermain musik.
Bahkan
orang Cina juga melatih budak mereka untuk menjadi artis dalam rombongan
sandiwara Cina, yang berkembang pesat dimasa itu. Pada masa itu juga harga
budak yang bisa bermusik sangat mahal. Selanjutnya Pauline de Milone menunjukan bahwa gaya Indis di Jakarta memiliki
“ciri-ciri gaya seni setempat ditambah unsur-unsur seni Cina” yang dapat pula
disimak dalam beberapa bentuk musik rakyat Betawi hingga kini. Jika ciri Indis
dengan unsur musik brass-band dari Eropa terlihat kuat dalam tanjidor yang
sekarang cenderung semakin memudar, maka unsur nada musik Cina jelas terdengar
dalam gambang kromong. Paduan selaras
daari kedua unsur luar ini terwakili dengan baik dalam musik keroncong. Bentuk
paduan irama musik dengan gerak tari dalam teater melahirkan ciri Indis, yang
dikenal sebagai komedi stamboel. Stamboelan
atau lagu-lagu yang dibuat khusus untuk mengiringi bagian-bagian yang penuh
sentimen dari adegan komedi stamboel. Lagu itu harus dinyanyikan dengan nada
yang lebih halus, lembut, mengharukan dan mendayu-dayu. Pada perkembangannya
kemudian lagu-lagu stamboel dimainkan
di luar acara musik panggung komedi stamboel. Salah satu tokoh komedi stamboel
ini adalah August Mahieu seorang pemuda keturunan Jawa-Perancis.
Pada
mulanya komedi stamboel diduga berasal dari Turki, tetapi sebenarnya tidak
komedi stamboel adalah hasil usaha kaum pribumi itu sendiri. Pemberian nama
komedi stamboel dilakukan oleh August Mahieu yang berasal dari kata “Instambul”
atau “Constatinopel”. August Mahieu memberikan nama komedi stambul karena
cerita – cerita dari komedi stambul sendiri kebanyakan mengambil kisah dari
cerita 1001 malam, yaitu suatu cerita dari masa kebesaran Kerajaan Turki
Muslim. Kelengkapan bajunya dengan Fes merah, banyak dikenakan oleh para aktor
stamboel. Lagu-lagu dan iringan pada komedi stamboel adalah lagu- lagu
Melayu.
Contoh: Kebudayaan Indis pada bidang kesenian adalah Komedi Stambul
Sumber:
Rickelfs, M. C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. terj. Drs. Dharmono Hardjowdjono. Jogjakarta: Gajah Mada University Press.
Soekiman, Prof. Dr
Djoko.2000. Kebudayaan Indis dan Gaya
Hidup Masyarakat Pendukungnya Di Jawa (Abad XVIII – Medio Abad XX). Yogyakarta:
Yayasan Bentang Budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar