Rabu, 24 Agustus 2016

Kekristenan diantara orang-orang Indonesia pada zaman VOC
Timbullah soal kalau-kalau pada zaman VOC terdapat tanda-tanda yang menunjukan, bahwa sudah tumbuh serta berkembang suatu kekeristenan di Indonesia. Yang kita ketahui bahwa keadaan masa itu sangat membatasi kemungkinan hal tersebut tumbuh berkembang. Masyarakat kolonial didalam segala kehidupannya diatur serta dibatasi oleh suatu pemerintahan yang berkekuasaan mutlak, yang menyebabkan orang-orang Belanda sendiri hampir tidak mempunyai kesempatan untuk bergerak bebas apalagi orang-orang Indonesia yang sebagai rakyat jajahan yang tidak memiliki kemerdekaan.
Juga dalam tata gereja, gereja pun tidak memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri. Tata gereja tidak membolehkan orang membentuk jemaat-jemaat Indonesia sendiri disamping jemaat Belanda. Di Ambon gereja yang memiliki bangsa Indonesia pada hakekatnya mereka tidak begitu dianggap. Dan Majelis Gereja Jakarta memiliki pengaruh yang besar, sehingga sehingga jemaat-jemaat yang lain tidak memiliki kebebasan. Dan masa itu boleh dikatakan hidup kerohanian kekristenan di Indonesia tidak berkembang, mereka seolah-olah kawanan domba yang dirawat saja.
Bentuk apa saja pelayanan gereja itu? Pertama berupa pelajaran Firman Allah dan perjanjian-perjanjian. Inilah hak dan tugas para pendeta Belanda, yang pada hal-hal tertentu juga sebagai penghibur orang sakit, dan juga dalam urusan pembaptisan dan perjamuan kudus. Jadi jelaslah bahwa dari pelajaran firman allah ini pada umumnya tidak memberikan apa-apa, karena jemaat Indonesia tidak begitu faham bahasa Melayu apalagi pada abad ke-18 yang sedikit sekali pendeta berkuthbah dengan bahasa Melayu. Yang mana pada masa itu bahasa Melayu tidak dimegerti oleh kebanyakan penduduk Indonesia. Kecuali disatu dua tempat, maka bahasa-bahasa daerah itu tidak lazim dipakai dalam kebaktian-kebaktian. Jadi tidak dapat diharapkan, bahwa pemberitaan Firman “Allah” akan banyak membantu pertumbuhan rohani orang-orang Kristen Indonesia. Kesukaram itu sebenarnya dapat dikurangi jika seandainya Greja berusaha mendidik para pemuda Indonesia untuk menjabat sebagai pendeta. Memang pada awalnya sudah ada enam orang Indonesia, terutama berasal dari Ambon, yang dikirim ke Belanda. Para pemuda itu menerima pendidikan khusus dirumah seorang pendeta. Sayangnya usaha yang pertama ini hasilnya mengecewakan sehingga hal itu tidak diulangi lagi. Beberapa kali diajukan usul supaya didirikan sebuah sekolah ataupun seminar theologi sendiri  di Indonesia. Akan tetapi maksud tersebut tak diizinkan oleh pemerintah. Baru pada akhir abad ke-17 kita melihat berdirinya dua lembaga penting di Sailan, yaitu Jaffnapatman dan Kolombo, untuk mendidik orang-orang Tamil dan Sailan. Dan sekalipun mengalami beberapa kekecewan dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga ini, terutama yang di Kolombo telah menghasilkan bagi Gereja disana sejumlah pendeta-pendeta yang setia dan cakap. Bahkan beberapa orang dari yang tamat memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya di Universitas Leiden ataupun Utrecht di negeri Belanda. Sekurang-kurangnya terdapat 30 pendeta Hindia yang berkerja di Gereja Malabar dan Sailan. Mereka adalah tamatan dari Kolombo atau Jaffnapatnam. Tetapi hanya beberapa dari mereka yang datang juga ke Indonesia. Misalnya Joh. Jac. Meyer yang sesudah pelajarannya di Kolombo menamatkan pula sekolahnya di Belanda (1750) dan menjadi pendeta di Jakarta dari tahun 1763-75. Ia adalah seorang peranakan, jadi tidak asli Indonesia. Dan kebanyakan pendeta-pendeta, mereka semua bukan berasal dari Indonesia, dan kenapa Indonesia kurang sekali didik untuk peran semacam itu. Dalam hal ini Belanda memainkan peran penting. Bagi yang mereka bukan berasal dari Eropa hampir tidak mendapat tempat, tuntutan yang ditunjukan kepada pendeta adalah menurut ukuran-ukuran orang Belanda. Dibawah pemerintahan Gubernur Djendaral Von Imhoff yang terkenal itu maka pada tahun 1745 sekali lagi diadakan usaha yang besar-besaran untuk mendirikan sebuah seminar theologia. Von Imhoff membuka suatu seminar theologia yang ditunjukan kepada mereka yang pesimis yang menunjukan kepadanya segala kekecewaan dalam mendidik para pendeta di India Selatan maka dijawabnya “biarpun pada abad ini tidak berhasil tetapi barangkali pada abad lain pekerjaan itu berhasil.” Namun sayangnya seminar ini hanya berumur 10 tahun, setelah meninggalnya Von Imhoff penggantinya menutup seminar pada tahun 1755. Seminar ini hanya menghasilkan satu orang saya, yaitu Nic. Graay. Ia diangkat menjadi pendeta di Jakarta setelah pendidikannya di Universitas Leiden, namun sayangnya ia meninggal pada umur 25 tahun.
Dalam keadaan yang menyedihkan ini tidak boleh diharapkan bahwa akan terjamin sedikitpun pemeliharaan rohani atas orang-orang Kristen di Indonesia. Malahan bagi orang-orang Belanda itu tidak berlaku. Kecuali beberapa tempat yang meiliki pendeta sendiri. dan untuk mengumpulkan pendeta-pendeta yang terpencar-pencar maka diadakan kunjungan-kunjungan. Misalnya Banten yang dekat dengan Jakarta dalam tahun-tahun 1679 – 1730 yang selama 50 tahun hanya melakukan 3 kali kunjungan. Tetapi segala tempat mendapat kunjungan guru-guru untuk inspeksi memeriksa pekerjaan guru-guru sekolah dan kadang pembaptisan dan jamuan kudus kepada jemaat yang melakukan pernikahan. Belum ada peraturan untuk mendidik guru dan mengangkat guru, sehingga Gereja seringkali mengangkat guru secara kebetulan. Syarat mereka pun mudah, cukup mudah, yaitu dengan hanya diajarkan membaca dan mengajarkan Alkitab serta bacaan-bacaan Kristen lainnya. Namun diakui bahwa guru ibarat tiang-tiang yang teguh menegakan kekristenan Indonesia pada waktu itu. Mereka memupuk kesadaran bahwa para penduduk ini adalah Kristen. Dengan demikian maka golongan ini menjembatani bagi usaha pekabaran Injil untuk memasuki masyarakat daerah itu dalam abad berikutnya.


1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus