Minggu, 14 Agustus 2016

SEJARAH BETENG VASTENBURG
SURAKARTA

Beteng Vastenburg merupakan salah satu beteng di Jawa yang dibangun pada abad ke-18. Bangunan ini didirikan oleh Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), sebuah perkumpulan dagang Belanda yang oleh pemerintah Belanda diberi beberapa hak yaitu hak dagang, membuat perjanjian dengan raja-raja lokal di Indonesia, membuat mata uang, serta mendirikan benteng. Beteng Vastenburg keberadaannya tidak luput dari proses perpindahan kerajaan Mataram dari Kartasura menuju Surakarta (berdasar Babad Sala sebelumnya bernama desa Sala). Pada Februari 1746 ibukota Mataram Kartasura dipindah ke Surakarta akibat istana Mataram di Kartasura rusak akibat melawan pemberontakan kaum cina yang dipimpin oleh Sunan Kuning. Susunan tata ruang pada masa awal kota terbentuk terlihat agak berbeda dengan Kartasura. Hal ini dapat dilihat dari dibangunnya pemukiman tradisional dan Eropa secara hampir bersamaan. Bahkan sebuah sumber menyebutkan bahwa pemukiman Eropa dibangun lebih dulu dan lebih kuat. Dalam Babad Giyanti ditulis bahwa sewaktu Paku Buwono II pindah ke Surakarta, keadaan istana  masih sangat sederhana sedangkan di luar istana dikelilingi pagar yang berfungsi sebagai benteng yang terbuat dari bambu. Sebaliknya bangunan yang cukup kuat ada pada pemukiman Eropa. Pada waktu itu komunitas Eropa bermukim di beteng. Beteng pertama di Surakarta pertama kali dibangun pada 1745 yang terbuat dari batu. Ada sumber lain menyebutkan bahwa beteng VOC di Surakarta dibangun pada 1746. Benteng itu diberi nama Grootmoedigheid kemudian pada tahun 1750 nama beteng itu diubah menjadi Vastenburg.
Fungsi awal beteng Vastenburg selain sebagai tempat pertahanan dan barak tentara juga berfungsi sebagai tempat tinggal bagi residen. Beteng Vastenburg pada 1772 diperbaiki. Setelah dua kali diubah oleh arsiteknya, proyek perbaikan itu selesai pada 1788, dengan menghabiskan biaya sebanyak 2021 real. Di dalam beteng itu terdapat rumah para perwira dan pejabat politik kompeni. Pada 1791 jumlah penghuni beteng sekitar 345 orang.  Perincian dari jumlah itu adalah 9 orang pegawai, 3 orang calon ahli Bahasa Jawa, 77 tentara kavaleri dan sisanya tentara dari kesatuan infantri. Komandan pasukan kompeni dalam kesatuan di beteng umumnya berpangkat kapten.  Pada tahun 1795, komandan Beteng Vastenburg adalah Johan Adof  Faupell. Untuk beberapa lama pemukiman penduduk Eropa di kota tidak banyak mengalami perubahan. Beteng tetap menjadi tempat tinggal mereka. Penduduk sipil yang umumnya bekas tentara juga tetap tinggal di beteng meskipun kontrak mereka dengan VOC telah berakhir. Seringkali hal itu terjadi karena mereka telah membentuk ikatan keluarga. Komunitas Eropa jumlahnya sangat kecil. Pada tahun 1791 jumlah mereka sekitar 345 orang. Secara periodik terdapat catatan bahwa jumlah penduduk kota Surakarta secara keseluruhan pada tahun 1755 sejumlah 512.700 orang. Dari jumlah itu pada 1744 berkembang menjadi sekitar 600.000 orang. Pada 1795 ditaksir jumlah penduduk Surakarta ada sekitar 700.000 hingga 800.000 orang.
Fungsi beteng mengalami perubahan seiring dengan kebijakan baru Daendels. Daendels memerintah di Jawa di bawah pengaruh Perancis terjadi banyak perubahan tata ruang, khususnya yang berkaitan dengan strategi militer untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels melihat bahwa pertahanan Belanda yang selalu mengandalkan beteng dianggap tidak lagi memadahi. Selanjutnya upaya Daendels adalah mengubah strategi pertahanan terpusat menjadi pertahanan teritorial yang tersebar di berbagai wilayah.  Realisasi model pertahanan ini adalah tidak lagi mengandalkan fungsi beteng, tetapi menempatka pasukan kavaleri dan artileri ke daerah lain yang lebih terbuka. Di samping itu perlu pula membangun barak-barak di luar beteng. Penerapan ide ini di Surakarta tampak pada dibangunnya barak prajurit kavaleri di Kestalan dan barak artileri di Stabelan. Strategi militer Daendels juga memerlukan mobilitas pasukan yang tinggi. untuk upaya ini maka dibangunlah jalan milter yang menghubungkan titik-titik strategis kota. Realisasi dari langkah ini Surakarta tampak dengan pelebaran jalan dari depan Beteng Vastenburg menuju Kartasura, untuk selanjutnya bersambung ke Boyolali, Salatiga,Ungaran, dan Semarang. Selain itu untuk kantor residen mulai dibangun terpisah dari benteng tetapi masih berhadapan, tepatnya berada di sebelah barat laut Benteng Vastenburg. Dampak lain yang terasa setelah perubahan sistem pertahanan di atas adalah adanya perubahan opini masyarakat Eropa di Surakarta bahwa beteng bukan lagi merupakan satu-satunya jaminan bagi mereka untuk tempat perlindungan. Dengan sistem pertahanan yang menyebar, penduduk sipil Eropa yang bermukim di Surakarta tidak lagi harus tinggal di dalam benteng namun membangun suatu lingkungan pemukiman baru di antara jaringan pertahanan tersebut . Hal ini kemudian memunculkan lingkungan pemukiman Eropa yang terletak di sekitar benteng di sebelah selatan Kali Pepe. Pada kompleks pemukiman Eropa itu juga dilengkapi dengan sarana hiburan berupa Societeit.
Setelah Daendels tidak lagi berkuasa di Jawa, struktur Beteng Vastenburg mengalami perubahan yang sangat berarti. Jika pada 1821 beteng masih sederhana dengan empat pintu sesuai mata angin, pada 1832 setelah renovasi beteng Vastenburg menjadi tampak modern dan efisien. Beteng Vastenburg baru ini mempunyai tiga pintu masuk, yaitu barat, timur dan utara. Di dalam beteng kemudian dipenuhi bangunan fungsional seperti barak pasukan, tempat tinggal komandan, gudang senjata, bengkel, kandang kuda yang memadahi, dapur, tempat rumput, ruang tahanan, bahkan terdapat apotek dan rumah sakit. Pada saat itu di lingkungan beteng merupakan tempat terlarang di luar urusan militer. Pada 1891, kebutuhan mendesak untuk dibangun tangsi dan kandang kuda untuk pasukan kavaleri kota. Tempat ini berada di daerah terlarang beteng tepatnya di sebelah timur gerbang Gladag. Pada tahun itu juga beteng masih menjadi tempat tinggal residen tetapi kantor residen sudah pindah di sebelah barat Gladag, sementara kantor residen lama dibongkar. Pada 1896, residen tidak lagi menempati rumah tinggal di beteng Vastenburg. Tempat tinggal residen saat itu menempati salah satu ruang di kantor De Javasche Bank yang dibangun pada 27 November 1867.
Pada abad ke-20 tidak terdapat perubahan yang berarti kecuali dari segi kepemilikan. Saat masih dalam kekuasaan Hindia Belanda fungsi benteng murni menjadi tempat tinggal pasukan dan perlengkapan tempur, dan terpisah dengan urusan pemerintahan daerah. Perubahan terjadi ketika Jepang menguasai Indonesia sejak 1942. Beteng Vastenburg diambil alih oleh Jepang. Pasca Kemerdekaan RI sempat untuk markas tentara RI sebelum diambil alih kembali oleh tentara pendudukan Belanda pada 21 Desember 1948. Sejak pengakuan RI tahun 1949 oleh Belanda, Beteng Vastenburg kembali ke tangan Indonesia dan difungsikan untuk aktivitas militer. Pada masa Orde Baru Beteng Vastenburg masih tampak utuh. Namun setelah kepemilikan pindah ke tangan swasta peruntukan beteng menjadi tidak jelas bahkan pernah ada rencana beteng difungsikan sebagai hotel.

Sumber:
Bosma, Ulbe and Raben, Remco. 2008. Being Dutch in the Indies: a history of Creolisation and empire 1500-1920. Singapore: NUS Press.
Houben, Vincent. 1994. Kraton and Kumpeni: Surakarta and Yogyakarta 1830-1870. Leiden: KITLV Press
Poedjosoedarmo, Soepomo and Ricklefs, M.C.  The Establishment of Surakarta: A Translation from Babad Gianti.
R.M. Sayid. Babad Sala. Surakarta.
Surat Gubernur Jenderal Gustaf Willem van Imhoff kepada De Heeren XVII tertanggal 31 Desember 1745.
Susanto. “Benteng Vastenburg Dari Masa Ke Masa”, dalam Seminar Nasional Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret. Surakarta pada tanggal Surakarta, 29 Oktober 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar