SEJARAH BETENG VASTENBURG
SURAKARTA
Beteng Vastenburg merupakan
salah satu beteng di Jawa yang dibangun pada abad ke-18. Bangunan ini didirikan
oleh Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), sebuah perkumpulan dagang
Belanda yang oleh pemerintah Belanda diberi beberapa hak yaitu hak dagang,
membuat perjanjian dengan raja-raja lokal di Indonesia, membuat mata uang,
serta mendirikan benteng. Beteng Vastenburg keberadaannya tidak luput
dari proses perpindahan kerajaan Mataram dari Kartasura menuju Surakarta
(berdasar Babad Sala sebelumnya
bernama desa Sala). Pada
Februari 1746 ibukota Mataram Kartasura dipindah ke Surakarta akibat istana
Mataram di Kartasura rusak akibat melawan pemberontakan kaum cina yang dipimpin
oleh Sunan Kuning. Susunan tata ruang pada masa awal
kota terbentuk terlihat agak berbeda dengan Kartasura. Hal ini dapat dilihat
dari dibangunnya pemukiman tradisional dan Eropa secara hampir bersamaan. Bahkan
sebuah sumber menyebutkan bahwa pemukiman Eropa dibangun lebih dulu dan lebih
kuat. Dalam Babad Giyanti ditulis bahwa sewaktu Paku Buwono II pindah ke
Surakarta, keadaan istana masih sangat
sederhana sedangkan di luar istana dikelilingi pagar yang berfungsi sebagai
benteng yang terbuat dari bambu. Sebaliknya bangunan yang cukup kuat ada pada pemukiman
Eropa. Pada waktu itu komunitas Eropa bermukim di beteng. Beteng pertama di
Surakarta pertama kali dibangun pada 1745 yang terbuat dari batu. Ada sumber
lain menyebutkan bahwa beteng VOC di Surakarta dibangun pada 1746. Benteng itu
diberi nama Grootmoedigheid kemudian
pada tahun 1750 nama beteng itu diubah menjadi Vastenburg.
Fungsi awal beteng
Vastenburg selain sebagai tempat pertahanan dan barak tentara juga berfungsi
sebagai tempat tinggal bagi residen. Beteng Vastenburg pada 1772 diperbaiki. Setelah dua
kali diubah oleh arsiteknya, proyek perbaikan itu selesai pada 1788, dengan
menghabiskan biaya sebanyak 2021 real. Di dalam beteng itu terdapat rumah para
perwira dan pejabat politik kompeni. Pada 1791 jumlah penghuni beteng sekitar
345 orang. Perincian dari jumlah itu
adalah 9 orang pegawai, 3 orang calon ahli Bahasa Jawa, 77 tentara kavaleri dan
sisanya tentara dari kesatuan infantri. Komandan pasukan kompeni dalam kesatuan di beteng
umumnya berpangkat kapten. Pada tahun
1795, komandan Beteng Vastenburg adalah Johan Adof Faupell. Untuk beberapa lama pemukiman
penduduk Eropa di kota tidak banyak mengalami perubahan. Beteng tetap menjadi
tempat tinggal mereka. Penduduk sipil yang umumnya bekas tentara juga tetap
tinggal di beteng meskipun kontrak mereka dengan VOC telah berakhir. Seringkali
hal itu terjadi karena mereka telah membentuk ikatan keluarga. Komunitas Eropa
jumlahnya sangat kecil. Pada tahun 1791 jumlah mereka sekitar 345 orang. Secara
periodik terdapat catatan bahwa jumlah penduduk kota Surakarta secara
keseluruhan pada tahun 1755 sejumlah 512.700 orang. Dari jumlah itu pada 1744
berkembang menjadi sekitar 600.000 orang. Pada 1795 ditaksir jumlah penduduk
Surakarta ada sekitar 700.000 hingga 800.000 orang.
Fungsi beteng mengalami perubahan
seiring dengan kebijakan baru Daendels. Daendels
memerintah di Jawa di bawah pengaruh Perancis terjadi banyak perubahan tata ruang,
khususnya yang berkaitan dengan strategi militer untuk mempertahankan Pulau
Jawa dari serangan Inggris.
Daendels melihat bahwa pertahanan Belanda yang
selalu mengandalkan beteng dianggap tidak lagi memadahi. Selanjutnya upaya
Daendels adalah mengubah strategi pertahanan terpusat menjadi pertahanan
teritorial yang tersebar di berbagai wilayah.
Realisasi model pertahanan ini adalah tidak lagi mengandalkan fungsi
beteng, tetapi menempatka pasukan kavaleri dan artileri ke daerah lain yang
lebih terbuka. Di samping itu perlu pula membangun barak-barak di luar beteng.
Penerapan ide ini di Surakarta tampak pada dibangunnya barak prajurit kavaleri
di Kestalan dan barak artileri di Stabelan. Strategi militer Daendels juga
memerlukan mobilitas pasukan yang tinggi. untuk upaya ini maka dibangunlah
jalan milter yang menghubungkan titik-titik strategis kota. Realisasi dari
langkah ini Surakarta tampak dengan pelebaran jalan dari depan Beteng
Vastenburg menuju Kartasura, untuk selanjutnya bersambung ke Boyolali,
Salatiga,Ungaran, dan Semarang. Selain
itu untuk kantor
residen mulai dibangun terpisah dari benteng tetapi masih berhadapan, tepatnya
berada di sebelah barat laut Benteng Vastenburg. Dampak lain yang terasa setelah perubahan sistem
pertahanan di atas adalah adanya perubahan opini masyarakat Eropa di Surakarta
bahwa beteng bukan lagi merupakan satu-satunya jaminan bagi mereka untuk tempat
perlindungan. Dengan sistem pertahanan yang menyebar, penduduk sipil Eropa yang
bermukim di Surakarta tidak lagi harus tinggal di dalam benteng namun membangun
suatu lingkungan pemukiman baru di antara jaringan pertahanan tersebut . Hal
ini kemudian memunculkan lingkungan pemukiman Eropa yang terletak di sekitar
benteng di sebelah selatan Kali Pepe. Pada kompleks pemukiman Eropa itu juga
dilengkapi dengan sarana hiburan berupa Societeit.
Setelah Daendels
tidak lagi berkuasa di Jawa, struktur Beteng Vastenburg mengalami perubahan yang sangat
berarti. Jika pada 1821 beteng masih sederhana dengan empat pintu sesuai mata
angin, pada 1832 setelah renovasi beteng Vastenburg menjadi tampak modern dan
efisien. Beteng Vastenburg baru ini mempunyai tiga pintu masuk,
yaitu barat, timur dan utara. Di dalam beteng kemudian
dipenuhi bangunan fungsional seperti barak pasukan, tempat tinggal komandan,
gudang senjata, bengkel, kandang kuda yang memadahi, dapur, tempat rumput,
ruang tahanan, bahkan terdapat apotek dan rumah sakit. Pada saat itu di
lingkungan beteng merupakan tempat terlarang di luar urusan militer.
Pada 1891, kebutuhan mendesak untuk
dibangun tangsi dan kandang kuda untuk pasukan kavaleri kota. Tempat ini berada
di daerah terlarang beteng tepatnya di sebelah timur gerbang Gladag. Pada tahun
itu juga beteng masih menjadi tempat tinggal residen tetapi kantor residen
sudah pindah di sebelah barat Gladag, sementara kantor residen lama dibongkar.
Pada 1896, residen tidak lagi menempati rumah tinggal di beteng
Vastenburg. Tempat tinggal residen saat itu menempati salah satu ruang di
kantor De Javasche Bank yang dibangun pada 27 November 1867.
Pada abad ke-20 tidak terdapat
perubahan yang berarti kecuali dari segi kepemilikan. Saat masih dalam
kekuasaan Hindia Belanda fungsi benteng murni menjadi tempat tinggal pasukan
dan perlengkapan tempur, dan terpisah dengan urusan pemerintahan daerah.
Perubahan terjadi ketika Jepang menguasai Indonesia sejak 1942. Beteng
Vastenburg diambil alih oleh Jepang. Pasca Kemerdekaan RI sempat untuk markas
tentara RI sebelum diambil alih kembali oleh tentara pendudukan Belanda pada 21
Desember 1948. Sejak pengakuan RI tahun 1949 oleh Belanda, Beteng
Vastenburg kembali ke tangan Indonesia dan difungsikan untuk aktivitas militer.
Pada masa Orde Baru Beteng Vastenburg masih tampak utuh. Namun setelah
kepemilikan pindah ke tangan swasta peruntukan beteng menjadi tidak jelas
bahkan pernah ada rencana beteng difungsikan sebagai hotel.
Sumber:
Bosma, Ulbe and Raben, Remco.
2008. Being Dutch in the
Indies: a history of Creolisation and empire 1500-1920. Singapore: NUS
Press.
Houben, Vincent.
1994. Kraton and Kumpeni:
Surakarta and Yogyakarta 1830-1870. Leiden: KITLV Press
Poedjosoedarmo, Soepomo and Ricklefs, M.C. The
Establishment of Surakarta: A Translation from Babad Gianti.
R.M. Sayid. Babad Sala. Surakarta.
Surat Gubernur
Jenderal Gustaf Willem van Imhoff kepada De Heeren XVII tertanggal 31 Desember
1745.
Susanto. “Benteng
Vastenburg Dari Masa Ke Masa”, dalam Seminar
Nasional Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas
Maret.
Surakarta
pada tanggal Surakarta, 29 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar