Rabu, 17 Agustus 2016

SEJARAH INDUSTRI REKAMAN INDONESIA

·       Munculnya musik ngak ngik ngok (jazz dan klasik) di Hindia Belanda
Pada awal abad ke 20 Indonesia mulai memasuki awal perkembangan industri piringan hitam. Orang Indonesia yang dekat dengan orang Belanda sering diperdengarkan lagu-lagu Barat seperti jazz dan klasik sehingga mereka dapat belajar musik. Orang Tionghoa merupakan orang yang dekat Belanda sehingga mereka sering dperdengarkan lagu-lagu Barat. Tio Tek Hong adalah salah seorang saudagar Tionghoa asal Kota Baroe yang memperdagangkan aneka barang kelontong melihat peluang untuk membuat sebuah industri musik dengan namanya sendiri.
·       Awal berdirinya Tio Tek Hong Record
Pada tahun 1903 industri rekaman piringan hitam (Tio Tek Hong) mulai berdiri. Dalam mengembangkan usahanya ini Tio tek Hong mengalami kendala, sulitnya mendapat piringan hitam karena pengiriman memerlukan waktu yang cukup lama di kala itu. Akibatnya, mereka tidak dapat mengikuti perkembangan musik baru dengan baik. Tidak ingin menunggu lama untuk mengikuti perkembangan musik, akhirnya ia lebih memilih untuk mendengar para musisi Indonesia yang merekam kepiawaian mereka dalam bermusik. “Tio Tek Hong” menjadi pelopor industri musik rekaman di Indonesia. Perusahaan rekaman asal Batavia ini tercatat telah merekam penyanyi-penyanyi tanah air. Ada satu hal yang menarik dari piringan hitam produksi Tio Tek Hong ini, di setiap piringan hitamnya Tio Tek Hong selalu menempelkan watermark-nya yang berbunyi “terbikin oleh Tio Tek Hong Batavia”.
Kelebihan dari piringan hitam dibanding media perekam suara lain adalah suaranya yang lebih jernih, oleh karena itu piringan hitam mempunyai banyak penikmat musik. Akan tetapi karena harganya relatif mahal pembeli piringan hitam saat itu memang sangat terbatas. Belum lagi harga gramophone yang hanya terjangkau oleh kalangan menengah keatas. Karenanya sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk menikmati rangkaian lagu-lagu populer Indonesia saat itu dengan menonton pertunjukan yang digelar dan berlangsung di panggung-panggung hiburan yang berada di Pasar Gambir.
·       Puncak kejayaan Tio Tek Hong Record
Munculnya berbagai penyanyi wanita waktu itu membuat industri rekaman Tio Tek Hong berjaya. Hal ini dikarenakan Tio Tek Hong record merupakan satu-satunya industri rekaman yang ada pada waktu itu. Hanya dalam kurun waktu lima tahun dari mulai berdiri Tio Tek Hong record sudah bisa mengirim piringan hitamnya ke berbagai daerah di Hindia Belanda. Para penyanyi wanita yang ada di zaman Hindia Belanda disebut crooner bukan singer bahkan di depan nama para penyanyi wanita di beri embel-embel seperti Miss Tjitjih, Miss Riboet, Miss Roekiah, Miss Dja dan seterusnya. Dan ini berlangsung hingga akhir era 1940an. Mungkin hampir sama dengan keadaan sekarang ini dimana hampir semua penyanyi wanita bersematkan predikat diva.
Adapun lagu-lagu yang direkam Tio Tek Hong mencakupi jenis Stambul, Keroncong, Gambus, Kasidah,Musik India, Swing hingga Irama Melayu. Penyanyi dan kelompok musik yang direkam Tio Tek Hong Record cukup beragam. Untuk musik keroncong ada Orkest Krontjong Park, Orkest Moeridskoe, Krontjong Sanggoeriang, Kerontjong Aer Laoet, Krontjong Deca Park. Untuk musik Kasidah ada Kasida Sika Mas, Orkese Gamboes Metsir, Kasida Rakbie Mas, Gamboes Boea Kana serta Gamboes Turkey. Lagu-lagu yang populer saat itu antara lain Tjente Manis, Boeroeng Nori, Djali Djali, Tjerai Kasih, Paioeng Patah, Dajoeng Sampan, Kopi Soesoe, Sang Bango, Inang Sargie, Gelang Pakoe Gelang dan masih banyak lagi. Lagu-lagu ini direkam dalam bentuk vinyl berukuran 10 inci. Disamping itu Tio Tek Hong Record juga merekam sandiwara Njai Dasima yang dikemas dalam boxset berisikan sebanyak 5 keping piringan hitam.
·       Turunnya pamor Tio Tek Hong Record
Saat Jepang mengambil alih Indonesia adalah awal dari turunnya pamor Tio Tek Hong records. Jepang saat itu mendominasi dengan musik-musik propagandanya dan mencoba untuk membuang hal-hal yang berbau kebarat-baratan. Karena hal inilah Tio Tek Hong record seakan hilang. Akan tetapi, setelah merdekanya Indonesia banyak bermunculan industri rekaman suara-suara lain seperti Irama, Beka, dan industri rekaman suara pemerintah lokananta yang khusus untuk memproduksi musik-musik tradisional, selain itu muncul juga industri rekaman keluarga widjaja yang menjadi cikal bakal industri rekaman terbesar di Indonesia yaitu musica studio.




·       Onghokham. 2008. Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina: Sejarah Etnis Cina di Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu.
·       Tio Tek Hong. 2006. Keadaan Jakarta Tempo Doeloe (sebuah kenangan 1892-1959). Jakarta : Komunitas Bambu.

·       Japi Tambayong. 1992. Ensiklopedia musik (jilid 1 & 2). Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar