ROMUSHA
Romusha (rōmusha: "buruh", "pekerja") adalah
panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa
penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah
petani dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha.
Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia
Tenggara. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak
diketahui pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta. Salah
satu bentuk represi yang dilakukan oleh pemerintah jepang yaitu pengurasan
tenaga kerja dengan menciptakan romusha sebagai tenaga kerja paksa.
Tujuan Jepang melakukan tanam paksa atau Romusha yaitu, untuk persiapan
perang Asia Timur Raya serta memenuhi kebutuhan tentara jepang, untuk lebih
jelasnya lagi akan di bahas sebagai berikut: Pada mulanya tugas-tugas yang
dilakukan itu bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu
sukar dilakukan karena orang masih terpengaruh oleh propaganda “untuk
kemakmuran bersama Asia Timur Raya”. Hampir semua pemuda desa
dijadikan romusha untuk diperjakan membuat lapangan terbang, tempat pertahanan,
jalan, gedung, dll. Bukan hanya di Indonesia saja tetapi mereka banyak yang dikirim
ke Birma, Thailand dan Malaysia untuk keperluan yang sama yaitu membuat tempat
pertahanan dan memperlancar trasportas Pemerintah jepang terus melancarkan
kampanye pengerahan romusha yang diberi sebutan “ perajurit ekonomi “ atau “
pahlawan kerja“ yang digambarkannya sebagai orang yang sedang
menjalani tugas suci guna memenangkan perang Asia Timur Raya. Pada waktu itu
pemerintah berhasil mengerahkan romusha keluar jawa sebanyak 300.000 orang,
sedangkan sekitar 70.000 orang dalam keadaan yang menyedihkan.
Pendudukan Jepang di
Indonesia dipimpin oleh Letjen Hitoshi Imamura diawali di kota Tarakan,
Kalimantan Timur, tanggal 10 Januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik Papan,
Ambon, Pontianak, Makassar, Banjarmasin, Palembang dan Bali yang berhasil
diduduki Jepang selama Januari – Pebruari 1942.. Kota Jakarta berhasil diduduki
tanggal 5 Maret 1942. Tentara Belanda yang dipimpin Letjen H. Ter Poorten
merasa kewalahan menghadapi serbuan kilat tentara Jepang kemudian mundur menuju
Subang, Jawa Barat. Didaerah ini pula (Kalijati) tentara Belanda menyerah tanpa
syarat kepada tentara Jepang tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itu, mulailah
masa pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia.
Pada masa pendudukan
Jepang, Indonesia dbagi menjadi 3 wilayah yang dipimpin oleh pemerintahan
mliter, yaitu :
·
Jawa dan Madura
diperintah oleh tentara keenambelas Angkatan Darat (Rikugun) yang berpusat di
Jakarta
·
Sumatra diperintah
oleh tentara kedua puluh lima Angkatan Darat (Rikugun) yang berpusat di
bukittinggi
·
Indonesia bagian timur
diperintah Armada Selatan kedua angkatan laut (Kaigun), yang berpusat diujung
Pandang
Masuknya Jepang ke Indonesia, awalnya disambut
gembira oleh para pejuang kemerdekaan waktu itu. Jepang dianggap sebagai
saudara, sesama Asia yang membantu mengusir Kolonial Belanda . Namun, sesaat
setelah Jepang mendarat di Hindia Belanda (Indonesia-saat ini), ternyata Jepang
berbuat yang tak kalah licik dan bengisnya. Jepang berupaya menghapus pengaruh
kultural barat yang telah hinggap di Hindi Belanda, dan yang kedua Jepang
mengeruk sumber sumber kekayaan alam startegi yang ada di tanah air kita.
Pasokan sumber sumber ala mini digunakan untuk membiayai perang Jepang dengan
Sekutu di Asia Timur dan Pasifik.
Para romusha juga melibatkan kaum perempuan.
Mereka dibujuk rayu di iming iming mendapatkan pekerjaan, namun mereka di bawa
ke kamp kamp tertutup untuk dijadikan wanita penghibur (Jugun Ianfu).
Romusha juga melibatkan tokoth tokoh pergerakan
waktu itu. Mereka dipaksa oleh Jepang untuk menjadi tenaga tenaga paksa tersebut.
Diantara para romusa yang berasal dari tokoh pergerakan adalah Soekarno dan
Otto Iskandardinata. Mereka berdua dipaksan tentara pendudukan Jepang untuk
membuat lapangan udara darurat.
Jepang melakukan rekruitmen calon calon romusha,
pola tingkatan, serta alokasi tenaga kerja paksa ini. Basis paparannya melihat
praktik romusha dan proyek-proyeknya di Gunung Madur dan sekitar Banten. Namun
pada saat yang sama, Jepang berhasil memanipulasi keberadaan romusha ini ke
dunia internasional. Untuk menyamarkan keberadaan romusha, Jepang mengganti
istilah romusa dengan “pekerja ekonomi” atau pahlawan pekerja.
Pada pertengahan tahun 1943, para romusha semakin
di eksploitasi oleh Jepang. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, Romusha-romusha
ini digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung.
Karena disetiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga tenaga kerja paksa
ini untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang. Pada situasi seperti ini,
permintaan terhadap romusha semakin tak terkendali.
Jika kita melihat angka tahunnya, proyek romusha
di Indonesia berjalan dalam tempo dua tahun. Bukanlah waktu yang pendek untuk
menghasilkan penderitaan dan kematian sebagaimana yang terungkap dalam data
diatas. Barulah pada tahun 1945, Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia,
serta mengakhiri proyek dan impian kolonialisasi Jepang.
Romusha memberikan akibat yang mendalam bagi
bangsa indonesia meskipun Jepang menjajah Indonesia hanya seumur jagung apa
yang dikatakan oleh ramalan Joyoboyo, atau lebih tepatnya 3 ½ tahun jepang
menjajah indonesia yaitu pada tahun 1942-1945 tetapi dalam waktu yang sesingkat
itu memumbuhkan dampak yang sangat mendalam bagi bangsa indonesia karena pada
waktu itu sangat menderita dengan adanya romusha rakyat indonesia hidup
bagaikan tulang tanpa daging pakaian compang-camping kelaparan dimana-mana atau
rakyat indonesia dibawah titik nadir masyarakat yang terbelakang, miskin,
teringgal untuk lebih khusus lagi akan dipaparkan dampak dari Romusha sebagai
berikut:
1. Bidang
Ekonomi: Keadaan ekonomi di Indonesia
mengalami kemerosotan. Penyebabnya antara lain adalah sebagai berikut:
a. Para penyuluh pertanian bukan
tenaga-tenaga ahli pertanian.
b. Hewan-hewan yang berguna bagi pertanian
banyak yang dipotong.
c. Kurangnya tenaga kerja petani karena
banyak yang dijadikan romusha.
d. Banyaknya penebangan hutan liar.
e. Kewajiban menyerahkan hasil bumi.
2. Bidang Sosial dan
Budaya: kepala–kepala desa dan camat yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan itu sering menunjukkan untuk menjadi
romusha dipilih orang–orang yang tidak mereka sukai atau dipilih orang yang
ditakuti oleh masyarakat desa setempat. Berjuta- juta rakyat menderita
kelaparan dan serba kekurangan. Dijalankannya program kerja tanam paksa romusha
lebih menambah hancurnya perasaan ketentraman masyarakat jawa. Pengaruh buruk
dari sistem romusha itu masih ditambah lagi oleh pelaksanaan setempat yang
memungkinkan dapat dibelinya pengecualian atau kewajiban menjadi romusha. Tentu
saja hal itu dapat dilakukan oleh golongan masyarakat kaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar