Sabtu, 27 Agustus 2016

Legenda Kampung Precetan dan Kampung Batangan  di Surakarta

            Kampung Precetan merupakan nama lain atau tepatnya nama genuin dari RW II Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan. Nama kampung yang berasal dari nama kamitua kampung itu, Ki Precet memang sudah tergilas dengan nama jalan atau nomor RW dan RT. Sedangkan kampung Batangan merupakan nama kampung didekat Kasunanan Surakarta tepatnya berada sekitar areal PGS yang dahulu merupakan lintasan aliran sungai Batang. Ternyata di kedua tempat itu terdapat suatu legenda yang saling berhubungan sehingga kedua tempat itu bernama demikian.
            Pada zaman dahulu dipercaya di Surakarta terdapat seseorang yang sakti mandraguna yang mempunyai sifat yang baik terhadap sesama manusia. Ia membela yang rakyat yang lemah terhadap kekejaman pemerintah yang bersekutu dengan Belanda pada saat itu. Tetapi caranya untuk membela rakyat pada saat itu merupakan cara yang salah karena ia merampok orang – orang kaya yang tidak bermoral, termasuk juga para antek – antek Belanda. Setelah merampok, hasil rampokannya dibagi – bagikan kepada rakyat, karena perbuatannya itu ia dijuluki rakyat sebagai “Maling Suci”. Karena perbuatannya ini kehidupan rakyat menjadi lebih baik dan kehidupan para pejabat yang semena – mena menjadi tertekan akibat teror akan perampokan yang terjadi. Perampok ini dikenal dengan nama “Ki Ageng Precet”. Dikenal demikian karena konon ketika ia melakukan aksinya selalu sukses dan ia tidak pernah tertangkap alias mrucut atau mrecet.
            Karena ulah Ki Ageng Precet ini, Raja Kasunanan Surakarta pada saat itu, yaitu Pakubuana VII yang memerintah antara tahun 1830 sampai 1858 menjadi geram atas tingkah laku Ki Ageng Precet yang menggangu keamanan Kraton. Maka dari itu ia mengirimkan salah satu prajurit terbaik Kraton untuk menangkap Ki Ageng Precet. Prajurit pilihan ini menemui Ki Ageng Precet untuk menangkapnya akibatnya terjadi pertempuran antara dua orang tersebut. Tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah di pertempuran tersebut karena mereka ternyata memiliki ilmu yang seimbang sehingga akibat pertempuran tersebut keduanya mati. Mayat Ki Ageng Precet dimakamkan di pemakaman umum sehingga kampung didekat pemakaman itu dinamakan kampung precetan untuk menghormati Ki Ageng Precet. Sedangkan jasad prajurit pilihan tadi ditemukan pada aliran Sungai Batang, sehingga ia dikenal dengan “Kyai Batang”. Ia dimakamkan didekat tempat ia meninggal.
            Sampai Saat ini makam Ki Ageng Precet masih tetap berada di tempat yang sama, yang sekarang terletak di pinggir Jalan Abiyoso dekat GOR Bhinneka Sritex, walau pun tidak banyak yang tahu tentang makanya masih ada segelintir orang yang melakukan ziarah ke makamnya. Konon makam itu sebenarnya ingin dipindah bersama dengan makam – makam lainnya tetapi tidak ada yang mampu memindahkan makam tersebut, dan juga kabarnya jika ada pencuri yang sedang melarikan diri jika melarikan diri dekat areal makam itu ia akan lolos dan pengejaran. Sedangkan, makam Kyai Batang saat ini ada di areal parkiran BTC (Beteng Trade Center), kebanyakan orang tak tahu akan makam tersebut tetapi makam Kyai Batang masih dirawat dengan baik.
            Legenda kampung Precetan dan Kampung Batangan termasuk legenda mengenai asal – usul suatu tempat atau daerah sehingga nama tokoh yang berpengaruh pada tempat itu menjadi nama dari tempat tersebut. Mengenai ceritanya menurut saya cerita itu benar – benar terjadi karena masih terdapat bukti berupa makam pelaku legenda tersebut dan di setiap makam itu masih ada yang mengurusi hingga saat ini walaupun bukan keturunan dari pelaku legenda. Tetapi mengenai mitos yang tumbuh di masyarakat saya masih meragukannya karena belum ada bukti dan di Surakarta sendiri hal – hal gaib masih terasa kental sehingga masyarakat mudah mempercayainya.

Makam Ki Ageng Precet
Penetapan Makam Kiai Batang sebagai Cagar Budaya
Pintu masuk Makam Kiai Batang
Makam Kiai Batang 

Sumber:
Wawancara Alm. Joko

Wawancara Juru Kunci Makam Kyai Batang

Rabu, 24 Agustus 2016

SEJARAH AGRARIA
GADAI TANAH (SENDE) DAN KONFLIK AGRARIA

          Di Indonesia masalah tanah merupakan maslaah yang penting. Konflik atas tanah merupakan salah satu konflik yang paling sering terjadi. Tanah sering menjadi rebutan banyak orang karena tanah adalah alat prodiksi. Selain itu tanah menjadi sumber daya ekonomi serta gengsi sosial yang sangat penting di masyarakat. Dari hal ini, maka sering terjadi ketegangan sosial (social unrest) akibat dari ketidak seimbangan peguasaan tanah. Bukan hanya di D.I. Yogyakarta dan Surakarta yang terjadi ketegangan sosial, tetapi ketegangan social ini terjadi merata di pedesaan Jawa.
          Di masyarakat pedesaan, terutama, petani, tanah bukan saja penting dari segi ekonomi tetapi tanah jiga merupakan penentu posisi social pemiliknya. Sawah bagi petani merupakan hal yang membahagiakan. Hal ini dikarenakan :
·         Petani dan keluarganya mempunyai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
·         Dipandang sebagai Wong Baku, karena dalam memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan petani, pemerintah kelurahan akan mengundang mereka ke forum tilik desa (rapat desa)
Tanah dianggap barang paling bernilai, oleh sebab itu pemilik tanah akan mempertahankan tanah miliknya dan hanya menjual atau menggadai nya jika terpaksa atau terdesak. Apabila hal ini masih belim mencukupi untuk memenuhi kenutuhannya maka jalan terbaik adalah dengan sende. Melalui sende, kebutuhan dapat terpenuhi dan si penjual tidak kehilangan status sosialnya sebagai pemilik tanah. Sende juga merupakan sarana untuk membayar hutang yang terlalu besar.
Tanah sende merupakan suatu gejala yang berlangsung cukup lama di daerah Vorstenlanden dan telah diatur dalam Rijksblad no. 10 bab 15, 1938 dan pada tahun 1960 sende diatur dalam PERPU 56 pasal 7. Tetapi perpu ini mempunyai kelemahan, yaitu menyamaratakan semua gadai sawah dengan tidak mengingat besar kecilnya uang gadai yang telah diterima pihak yang telah menggadaikan tanahnya. Selain itu, di beberapa daerah jidtru pihak yang ekonominya kuatlah yang menggadaikan sawahnya kepada orang yang ekonominya rendah dan memerlukan tanah garapan untuk mencari nafkah. Dalam prakteknya,ketentuan ini dapat menimbulkan konflik, karena tanpa mengindahkan aturan-aturan yang berlaku, semua transaksi yang dilakukan tidak sah, sehugga tidak mepunyai kepastian hikim.
Sende dapat dikombinasikan dengan bagi hasil dengan perjanjian secara lisan (overeenkomst). Perjanjian dimuat dengan akte (surat keterangan) yang disaksikan bekel dan carik. Dalam perjanjian sende disebutkan baas waktu, luas tanah, letak, saksi, ahli waris, dll. Pembeli gadai tanah yang digadaikan meliputi tanah milik, tanah bengkok, rumah pekarangan. Apabila tanah lungguh, maka harus disertai jaminan tanah milik atau rumah apabila sewaktu-waktu jabatannya di copot, maka tanah yang dijaminkan menjadi pembeli sende.
Tanah bagi masyarakat memiliki makna yang multidimensional :
1.   Dari ekonomi, tanah merupakan sarana priduksi yang bias mendatangkan kesejahteraan.
2.   Dari politis, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalm pengambilan keputusan masyarakat.
3.   Dari budaya, dapat menentukan tinggi rendahnya status social pemiliknya.
4.   Tanah bermakna sakral karena berurusan dengan waris dan masalah-masalah transcendental.
Ada pepatah jawa mengatakan, bahwa sedumuk batuk senyari bumi, ditoho pecahing dodo lan wutahing ludiro, yang berarti apapun resiko yang akan doterima tetap akan dibela sampai titik darah penghabisan. Bahkan kalau hak atas tanahnya sampai terlepas dari seseorang maka ia merasa  pedhot jangkare soko bumi (lepas ikatannya dengan tanah pusaka). Tidak mengherankan konflik pertanahn cenderung mengundang berbagai bentuk tindak kekerasan, baik individual maupun massal. Konflik social yang berkaitan dengan tanah sesungguhnya sudah ada sejak jaman feudal.
Terdapat beberapa kasus sende yang terjadi di Yogyakarta, kasus antara Bok Kromodimedjo dengan Martoredjo. Dalam kasus ini dapat diketahui bahwa pembeli tanah sering kali terdiri dari bekas pegawai desa, yang disamping memiliki persil tanah sendiri sekaligus menguasai tanah garapan milik desa. Mereka tidak saja mempunyai cukup modal untuk membeli tanah lagi, tetapi juga, karena jabatannya pengaruh pribadi untuk melakukan transaksi tanah yang diputuskan dalam rapt penduduk desa. Disamping itu sering terjadi, karena hutang seseorang tidak dapat dibayar, maka area tanahnya jatuh ke tangan si pemberi hutang, yang biasanya ada hubungan dengan kelompok penguasa desa itu.
Kasus sende antara Wiromanarjo dan Bok Ngamilah. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa pemegang gadai (pembeli sende) berhak atas hasil dari gadai. Pemegang gadai berwenang mengakhiri yang berhubungan dengan gadai, ketika pemberi gadai (pandgever) menghalangi penggunaan hak gadainya.
Kasus sende antara Sokarjo dengan Kartodiprono. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa waktu yang hilang dalam system penggadaian tanah berarti secara hukum adat, bahwa setelah waktu berakhir pembeli sende dapat meminta penghentian hubungan sende dan jaksa harus memutuskan berkenaan dengan keadaan tersebut (di dalam kasus ini hak pemilikan pribuni atas sawah yang digadaikan diberikan kepada pembeli sende)
Kasus sende antara Mohammad Atiek dengan Hadji Noer, Hadji Ali, Salwian dan Haji Yasin. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa dalam hokum gadai pemegang sende dapat menggunakan tanah sebagai jaminan agar hutangnya kembali dan mengganti kerugian kepadanya dengan menggunakan tanah tanpa bunga. Hak sende tidak sama, tetapi bertentangan dengan hak kepemilikan (hak milik pribumi). Tanah sende dapat disita. Hak sende tidak terdapat dalam penjualan eksekutorial tanah yang telah digadaikan, karena hak milik pribumi-peminjam uang atas tanah yang selalu tetap. Untuk memperthankan hak sende adalah dengan penjualan eksekutorial dari tanah yang ditegaskan dengan hak gadai, sehingga harga berbagai barang akan menyediakan untuk pemenuhan hutang sende (sendeschuld).
Kasus sende antara Liem Siang Ing melawan Mas Notowikarto. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa dalam hokum adat terdapat system jual sende yaitu menjual tanh yang sebenarnya bukan penjualan, akan tetapi menggadailan dengan perjanjian, bahwa kalau dalam waktu tertentu uang belum dikembalikan, maka tanah dan segala sesuatu yang berdiri di atasnya menjadi milik pembeli.
KESIMPULAN
          Reorganisasi administrasi dan agrarian menyebabkan terjadinya erubahan hak milik tanah, petani diberi hak-hak perorangan yang bias diwariskan. Masuknya pengaruh perekonomian uang yang mulai merembes ke daerah pedesaan dan bertambahnya penduduk serta diubahnya status pemilikan tanah dari pemilik komunal menjadi milik perorangan yang dapat diperjualbelikan secara bebas, mengakibatkan jual beli tanah meningkat.
          Tanah dan pola kepemilikannya bagi masyarakat pedesaan merupakan suatu factor yang krusial bagi perkembangan kehidupan politik, ekonomi, social, karena penguasaan tanah akan menentukan tingkah laku politik, ekonomi, dan budaya. Adanya ikatan psikologis dengan tanh, dan adanya anggapan bahwatanh merupakan benda yang paling berharga, menyebabkan petani tidak ingin melepas tanah miliknya. Apabila ada kebutuhan yang mendesak, maka dicari agar tanahnya tidak lepas dan caranya adalah dengan sende.

          Tanah bagi masyarakat mempunyai makna yang multidimensional. Oleh karena itu ada kecenderungan bahwa orang yang memiliki tanah akan berupaya mempertahankan tanahnya dengan cara apapun bila hak-haknya dilanggar. Tidak mengherankan bila konflik pertanahan cenderung mengundang berbagai bentuk tindak kekerasan, baik individual maupun missal.
ROMUSHA
Romusha (rōmusha: "buruh", "pekerja") adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta. Salah satu bentuk represi yang dilakukan oleh pemerintah jepang yaitu pengurasan tenaga kerja dengan menciptakan romusha sebagai tenaga kerja paksa.
Tujuan Jepang melakukan tanam paksa atau Romusha yaitu, untuk persiapan perang Asia Timur Raya serta memenuhi kebutuhan tentara jepang, untuk lebih jelasnya lagi akan di bahas sebagai berikut: Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan itu bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan karena orang masih terpengaruh oleh propaganda “untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya”.  Hampir semua pemuda desa  dijadikan romusha untuk diperjakan membuat lapangan terbang, tempat pertahanan, jalan, gedung, dll. Bukan hanya di Indonesia saja tetapi mereka banyak yang dikirim ke Birma, Thailand dan Malaysia untuk keperluan yang sama yaitu membuat tempat pertahanan dan memperlancar trasportas Pemerintah jepang terus melancarkan kampanye pengerahan romusha yang diberi sebutan “ perajurit ekonomi “ atau “ pahlawan kerja“ yang digambarkannya sebagai orang yang sedang menjalani tugas suci guna memenangkan perang Asia Timur Raya. Pada waktu itu pemerintah berhasil mengerahkan romusha keluar jawa sebanyak 300.000 orang, sedangkan sekitar 70.000 orang dalam keadaan yang menyedihkan.
Pendudukan Jepang di Indonesia dipimpin oleh Letjen Hitoshi Imamura diawali di kota Tarakan, Kalimantan Timur, tanggal 10 Januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Ambon, Pontianak, Makassar, Banjarmasin, Palembang dan Bali yang berhasil diduduki Jepang selama Januari – Pebruari 1942.. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret 1942. Tentara Belanda yang dipimpin Letjen H. Ter Poorten merasa kewalahan menghadapi serbuan kilat tentara Jepang kemudian mundur menuju Subang, Jawa Barat. Didaerah ini pula (Kalijati) tentara Belanda menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itu, mulailah masa pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang, Indonesia dbagi menjadi 3 wilayah yang dipimpin oleh pemerintahan mliter, yaitu :
·         Jawa dan Madura diperintah oleh tentara keenambelas Angkatan Darat (Rikugun) yang berpusat di Jakarta
·         Sumatra diperintah oleh tentara kedua puluh lima Angkatan Darat (Rikugun) yang berpusat di bukittinggi
·         Indonesia bagian timur diperintah Armada Selatan kedua angkatan laut (Kaigun), yang berpusat diujung Pandang
Masuknya Jepang ke Indonesia, awalnya disambut gembira oleh para pejuang kemerdekaan waktu itu. Jepang dianggap sebagai saudara, sesama Asia yang membantu mengusir Kolonial Belanda . Namun, sesaat setelah Jepang mendarat di Hindia Belanda (Indonesia-saat ini), ternyata Jepang berbuat yang tak kalah licik dan bengisnya. Jepang berupaya menghapus pengaruh kultural barat yang telah hinggap di Hindi Belanda, dan yang kedua Jepang mengeruk sumber sumber kekayaan alam startegi yang ada di tanah air kita. Pasokan sumber sumber ala mini digunakan untuk membiayai perang Jepang dengan Sekutu di Asia Timur dan Pasifik.
Para romusha juga melibatkan kaum perempuan. Mereka dibujuk rayu di iming iming mendapatkan pekerjaan, namun mereka di bawa ke kamp kamp tertutup untuk dijadikan wanita penghibur (Jugun Ianfu).
Romusha juga melibatkan tokoth tokoh pergerakan waktu itu. Mereka dipaksa oleh Jepang untuk menjadi tenaga tenaga paksa tersebut. Diantara para romusa yang berasal dari tokoh pergerakan adalah Soekarno dan Otto Iskandardinata. Mereka berdua dipaksan tentara pendudukan Jepang untuk membuat lapangan udara darurat.
Jepang melakukan rekruitmen calon calon romusha, pola tingkatan, serta alokasi tenaga kerja paksa ini. Basis paparannya melihat praktik romusha dan proyek-proyeknya di Gunung Madur dan sekitar Banten. Namun pada saat yang sama, Jepang berhasil memanipulasi keberadaan romusha ini ke dunia internasional. Untuk menyamarkan keberadaan romusha, Jepang mengganti istilah romusa dengan “pekerja ekonomi” atau pahlawan pekerja.
Pada pertengahan tahun 1943, para romusha semakin di eksploitasi oleh Jepang. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, Romusha-romusha ini digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung. Karena disetiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga tenaga kerja paksa ini untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang. Pada situasi seperti ini, permintaan terhadap romusha semakin tak terkendali.
Jika kita melihat angka tahunnya, proyek romusha di Indonesia berjalan dalam tempo dua tahun. Bukanlah waktu yang pendek untuk menghasilkan penderitaan dan kematian sebagaimana yang terungkap dalam data diatas. Barulah pada tahun 1945, Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia, serta mengakhiri proyek dan impian kolonialisasi Jepang.
Romusha memberikan akibat yang mendalam bagi bangsa indonesia meskipun Jepang menjajah Indonesia hanya seumur jagung apa yang dikatakan oleh ramalan Joyoboyo, atau lebih tepatnya 3 ½ tahun jepang menjajah indonesia yaitu pada tahun 1942-1945 tetapi dalam waktu yang sesingkat itu memumbuhkan dampak yang sangat mendalam bagi bangsa indonesia karena pada waktu itu sangat menderita dengan adanya romusha rakyat indonesia hidup bagaikan tulang tanpa daging pakaian compang-camping kelaparan dimana-mana atau rakyat indonesia dibawah titik nadir masyarakat yang terbelakang, miskin, teringgal untuk lebih khusus lagi akan dipaparkan dampak dari Romusha sebagai berikut:
1. Bidang Ekonomi: Keadaan ekonomi di Indonesia mengalami kemerosotan. Penyebabnya antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Para penyuluh pertanian bukan tenaga-tenaga ahli pertanian.
b.      Hewan-hewan yang berguna bagi pertanian banyak yang dipotong.
c.       Kurangnya tenaga kerja petani karena banyak yang dijadikan romusha.
d.      Banyaknya penebangan hutan liar.
e.       Kewajiban menyerahkan hasil bumi.

2. Bidang Sosial dan Budaya: kepala–kepala desa dan camat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan itu sering menunjukkan untuk menjadi romusha dipilih orang–orang yang tidak mereka sukai atau dipilih orang yang ditakuti oleh masyarakat desa setempat. Berjuta- juta rakyat menderita kelaparan dan serba kekurangan. Dijalankannya program kerja tanam paksa romusha lebih menambah hancurnya perasaan ketentraman masyarakat jawa. Pengaruh buruk dari sistem romusha itu masih ditambah lagi oleh pelaksanaan setempat yang memungkinkan dapat dibelinya pengecualian atau kewajiban menjadi romusha. Tentu saja hal itu dapat dilakukan oleh golongan masyarakat kaya.
Kekristenan diantara orang-orang Indonesia pada zaman VOC
Timbullah soal kalau-kalau pada zaman VOC terdapat tanda-tanda yang menunjukan, bahwa sudah tumbuh serta berkembang suatu kekeristenan di Indonesia. Yang kita ketahui bahwa keadaan masa itu sangat membatasi kemungkinan hal tersebut tumbuh berkembang. Masyarakat kolonial didalam segala kehidupannya diatur serta dibatasi oleh suatu pemerintahan yang berkekuasaan mutlak, yang menyebabkan orang-orang Belanda sendiri hampir tidak mempunyai kesempatan untuk bergerak bebas apalagi orang-orang Indonesia yang sebagai rakyat jajahan yang tidak memiliki kemerdekaan.
Juga dalam tata gereja, gereja pun tidak memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri. Tata gereja tidak membolehkan orang membentuk jemaat-jemaat Indonesia sendiri disamping jemaat Belanda. Di Ambon gereja yang memiliki bangsa Indonesia pada hakekatnya mereka tidak begitu dianggap. Dan Majelis Gereja Jakarta memiliki pengaruh yang besar, sehingga sehingga jemaat-jemaat yang lain tidak memiliki kebebasan. Dan masa itu boleh dikatakan hidup kerohanian kekristenan di Indonesia tidak berkembang, mereka seolah-olah kawanan domba yang dirawat saja.
Bentuk apa saja pelayanan gereja itu? Pertama berupa pelajaran Firman Allah dan perjanjian-perjanjian. Inilah hak dan tugas para pendeta Belanda, yang pada hal-hal tertentu juga sebagai penghibur orang sakit, dan juga dalam urusan pembaptisan dan perjamuan kudus. Jadi jelaslah bahwa dari pelajaran firman allah ini pada umumnya tidak memberikan apa-apa, karena jemaat Indonesia tidak begitu faham bahasa Melayu apalagi pada abad ke-18 yang sedikit sekali pendeta berkuthbah dengan bahasa Melayu. Yang mana pada masa itu bahasa Melayu tidak dimegerti oleh kebanyakan penduduk Indonesia. Kecuali disatu dua tempat, maka bahasa-bahasa daerah itu tidak lazim dipakai dalam kebaktian-kebaktian. Jadi tidak dapat diharapkan, bahwa pemberitaan Firman “Allah” akan banyak membantu pertumbuhan rohani orang-orang Kristen Indonesia. Kesukaram itu sebenarnya dapat dikurangi jika seandainya Greja berusaha mendidik para pemuda Indonesia untuk menjabat sebagai pendeta. Memang pada awalnya sudah ada enam orang Indonesia, terutama berasal dari Ambon, yang dikirim ke Belanda. Para pemuda itu menerima pendidikan khusus dirumah seorang pendeta. Sayangnya usaha yang pertama ini hasilnya mengecewakan sehingga hal itu tidak diulangi lagi. Beberapa kali diajukan usul supaya didirikan sebuah sekolah ataupun seminar theologi sendiri  di Indonesia. Akan tetapi maksud tersebut tak diizinkan oleh pemerintah. Baru pada akhir abad ke-17 kita melihat berdirinya dua lembaga penting di Sailan, yaitu Jaffnapatman dan Kolombo, untuk mendidik orang-orang Tamil dan Sailan. Dan sekalipun mengalami beberapa kekecewan dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga ini, terutama yang di Kolombo telah menghasilkan bagi Gereja disana sejumlah pendeta-pendeta yang setia dan cakap. Bahkan beberapa orang dari yang tamat memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya di Universitas Leiden ataupun Utrecht di negeri Belanda. Sekurang-kurangnya terdapat 30 pendeta Hindia yang berkerja di Gereja Malabar dan Sailan. Mereka adalah tamatan dari Kolombo atau Jaffnapatnam. Tetapi hanya beberapa dari mereka yang datang juga ke Indonesia. Misalnya Joh. Jac. Meyer yang sesudah pelajarannya di Kolombo menamatkan pula sekolahnya di Belanda (1750) dan menjadi pendeta di Jakarta dari tahun 1763-75. Ia adalah seorang peranakan, jadi tidak asli Indonesia. Dan kebanyakan pendeta-pendeta, mereka semua bukan berasal dari Indonesia, dan kenapa Indonesia kurang sekali didik untuk peran semacam itu. Dalam hal ini Belanda memainkan peran penting. Bagi yang mereka bukan berasal dari Eropa hampir tidak mendapat tempat, tuntutan yang ditunjukan kepada pendeta adalah menurut ukuran-ukuran orang Belanda. Dibawah pemerintahan Gubernur Djendaral Von Imhoff yang terkenal itu maka pada tahun 1745 sekali lagi diadakan usaha yang besar-besaran untuk mendirikan sebuah seminar theologia. Von Imhoff membuka suatu seminar theologia yang ditunjukan kepada mereka yang pesimis yang menunjukan kepadanya segala kekecewaan dalam mendidik para pendeta di India Selatan maka dijawabnya “biarpun pada abad ini tidak berhasil tetapi barangkali pada abad lain pekerjaan itu berhasil.” Namun sayangnya seminar ini hanya berumur 10 tahun, setelah meninggalnya Von Imhoff penggantinya menutup seminar pada tahun 1755. Seminar ini hanya menghasilkan satu orang saya, yaitu Nic. Graay. Ia diangkat menjadi pendeta di Jakarta setelah pendidikannya di Universitas Leiden, namun sayangnya ia meninggal pada umur 25 tahun.
Dalam keadaan yang menyedihkan ini tidak boleh diharapkan bahwa akan terjamin sedikitpun pemeliharaan rohani atas orang-orang Kristen di Indonesia. Malahan bagi orang-orang Belanda itu tidak berlaku. Kecuali beberapa tempat yang meiliki pendeta sendiri. dan untuk mengumpulkan pendeta-pendeta yang terpencar-pencar maka diadakan kunjungan-kunjungan. Misalnya Banten yang dekat dengan Jakarta dalam tahun-tahun 1679 – 1730 yang selama 50 tahun hanya melakukan 3 kali kunjungan. Tetapi segala tempat mendapat kunjungan guru-guru untuk inspeksi memeriksa pekerjaan guru-guru sekolah dan kadang pembaptisan dan jamuan kudus kepada jemaat yang melakukan pernikahan. Belum ada peraturan untuk mendidik guru dan mengangkat guru, sehingga Gereja seringkali mengangkat guru secara kebetulan. Syarat mereka pun mudah, cukup mudah, yaitu dengan hanya diajarkan membaca dan mengajarkan Alkitab serta bacaan-bacaan Kristen lainnya. Namun diakui bahwa guru ibarat tiang-tiang yang teguh menegakan kekristenan Indonesia pada waktu itu. Mereka memupuk kesadaran bahwa para penduduk ini adalah Kristen. Dengan demikian maka golongan ini menjembatani bagi usaha pekabaran Injil untuk memasuki masyarakat daerah itu dalam abad berikutnya.


Foklore
SEJARAH TERJADINYA DESA JETISKIDUL (PACITAN) DAN SILSILAHNYA
          Sekitar menjelang akhir perang Diponegoro kurang lebih pada tahun 1728 dirasa kekalahan di fihak Diponegoro , maka bala tentara yang benci terhadap belanda terpaksa banyak yang menyelamatkan diri mengungsi ke pelosok pelosok diluar kesultanan Ngayogjokarto Hadiningrat.Diantaranya Gembong Singoyudo yang bersembuyi di Tenggaran yang selanjutnya dibuka lahan dan menjadi desa Gembong.Gembong Singoyudo mempuyai putra bernama Gendu Tirtoyudo Gendu tirtoyudo mempunyai istri dari putri Sunan Mbayat dan mempuyai dua putra yaitu Gendu tirto Sedono dan Gendu tirto Negoro.Alkisah menceritakan bahwa Gendu Tirto Sedono membuka hutan belantara yang sangat angker ,namun dia tidak pantang mundur dan menyerah selalu mendekatkan diri pada Sang Kholiq berkat keprihatinanya dia berhasil membuka hutan tersebut dan dinamakan Karang sudo dia mengaku bernama BAREP.Suatu ketika beliau mendapat wisik agar melakukan nepi ditempat yang kelihatan lamat – lamat yaitu bertempat digunung Mego lamat wisik tersebut memberi petunjuk akan terjadinya masa yang cerah setelah melaksanakan tapa brata ada petunjuk pula agar menghadap sang kholiq dia diberi petunjuk juga berada di lereng gunung megolamat tak ada kesulitan dia menemukan Padepokan ,yang mana penghuninya adalah seorang demang bekas abdi kraton wengker Ponorogo asli dari telatah Jetis Ponorogo. Kedatangan Gendu Tirto Sedono diterima dengan senang hati dan dijadikan menantu. Setelah menjadi suami isteri,oleh demang di izinkan untuk kembali ke Karang Sudo dan direstui untuk menjadi Lurah pertama waktu itu juga agar nama  Desanya ditentukan oleh pak demang biar dengan mudah mengingat asal usul dan sejarah karena masih darah keturunan Jetis Ponorogo dan akhirnya diberi nama Desa Jetiskidul. Dengan doa restu sang mertua lama kelamaan Jetiskidul menjadi Desa yang berkembang.Kepulan asap bakaran sampah kelihatan dari Kademangan Nasem (sekarang menjadi wilayah Kedungbeda) maka mbah demang Ngasem utusan(istilah bahasa jawa )untuk memperjelas siapa orang yang mampu membuka hutan belantara disebelah barat daerahnya itu.Setelah diketahui bahwa yang berada disitu mengaku barep maka diakuilah sebagai kerabat demang Ngasem .Karena menjadi kerabat berulang –ulang Demang Ngasem mengirim bekal hidup berupa hasil bumi, juga menitipkan seorang putrinya untuk menemaninya dia cantik namun dia mempuyai kelemahan bodo maka orang tua bilang Mbah B0D0 dia dijadikan isteri kedua karena isteri pertamanya yang berasal dari Jetislor tidak punya keturunan.walaupun dia bodo dia mempuyai kelebihan cantik dan mempuyai keturunan putra banyak.Sampai turun maturun nyai BODO melayani Mbah Barep sampai dia wafat dan jenazahnya di makamkan di pemakaman Gedong karena ini mengandung sejarah asal usul desa Jetiskidul sampai sekarang masih di rawat oleh seorang Juru kunci. Renovasi I (pertama Th 1992) Dan renovasi ke II (hari Rabu wage tgl 15 mei 2013.). Juru kunci yang pertama Mad Ngalim diteruskan oleh mbah Yasmin dan keturunanya. Sepeninggalnya Mbah Barep ada fersi yang menggantikan kedudukan lurah yaitu MBAH DALEM lalu MBAH BUGEL lalu MBAH MANGUN ayah YASMIN kakek MANGUN TIRTO buyut DASIYO Lurah MANGUN tidak begitu lama mejabat lurah karena diturunkan dengan gara- gara cucunya yang bernama Mistar tidak mengikuti cacar lalu diduduki mbah SANAWI proses pengangkatanya kurang jelas apa tunjukan atau pilihan,Masa pemerintahan beliau ada keberhasilan pembuatan saluran Irigasi untuk mengairi lahan sawah yang ada di wilayah Karang dulu disebut DAWUHAN KEDUNG SAPI proses pembuatannya ditarui dengan gertakan potong leher bila air tidak bisa mengalir karena saking sulitnya lokasi saluran saking pletesnya .(sekarang menjadi wilayah dsn MADEKAN) Dengan keberhasilan DAWUHAN tersebut menurut ceritera mengalirnya air pertama di ikuti tarian Reog dan setelah bisa mengairi sawah dirayakan dengan pesta TAYUBAN biayanya ditanggung Onder Gading.Pemerintahan beliau diadakan pembagian wilayah yaitu:
Dukuh Kajan dengan Kamituwo JOKROMO
Dukuh Madekan dengan Kamituwo KASAN
Dukuh Karang dengan Kamituwo GEMBOR
Dukuh Tumpak denga Kamituwo SAPAWI
          Keprabon Mbah Lurah Sanawi di sekitar perumahan mbah Djempino sekarang,setelah wafat dia dimakamkan dipemakaman Lungur Kepuh Akhirnya dia diganti oleh Mbah RONODIKROMO atau dengan sebutan Lurah Bukuning ,meneruskan warisan Mbah Sanawi setelah merasa tidak mampu memikul pemerintahanya akhirnya diganti pak SASTRO dikenal dengan sebutan Lurah BANGKUK karena punggungnya bangkuk atau Lurah endas luwak karena dia senang sajian endas Luwak Beliau diangkat oleh ONDER GADING.dari latar belakang dia tokoh PETUT agar bisa mengekang tindakan kriminal yang selalu terjadi di lingkunganya teryata setelah dia diangkat menjadi Lurah lingkunganya menjadi aman .Atas bantuan pamong desa akhirnya pemerintahanya menjadi teratur pada masa itu cariknya (sekarang sekdes) bernama NGADAM JOGOBOYONYA JOKERTO KAMITUWONYA KRAJAN PUJUT MADEKAN SENTONO KARANG SOMAT DAN TUMPAK SAPAWI.Modinya MAD SALEH .Kebudayaan telah timbul kesenian berupa lintrik yaitu hiburan rakyat semacam ludruk menceritakan sindiran terhadap kekejaman penjajah belanda. Seni sholawatan Jawa dan permainan Galingan .Permainan adu kekebalan dengan alat sebuah pecut yang terbuat dari lidi aren yang dibentuk seperti mata pisau dililit dengan serbuk beling serta diikat pangkal dan ujungnya berujut ikatan sapu.
          Terkenal juga seni adu lesung dan adu kemiri,pada tahun 1937 terjadi mutasi kepala Desa,dengan sistem pilihan tanda suaranya lidi dan kotak suaranya bumbung Dari 3 (tiga) peserta(calon)1 .BP. RAJAD DJOYOTARUNO 2 . BP. YAHDI 3 . BP MUHADI Pilihan tersebut dimenangkan dengan suara terbanyak yaitu BP Rajad Djoyotaruno Masa pemerintahan Bp RAJAD DJOYOTARUNO cariknya Bp PANGAT Putngan WIRYO SENTONO ayahya Bp RAJAD DJOYOTARUNO. Beliau seorang tokoh serba bisa ,bijaksana dan merupakan penuntun masyarakat Jetiskidul segala ilmu dia mumpuni maka dia dihormati masyarakat
          Kamituwonya di Krajan bernama PUJUD diganti KADI (joyodiharjo)digantikan KABUL UTOMO.
          Kamituwo madekan bernama WIRYO SENTONO (ayah bp Rajad)digantikan KATMAN / Suharjo lurahnya Rajad (ayah  Sumartutik ) Kemudian digantikan           SUPARDAN (ayah dari Bp Agus setyono lurahnya Djempino, Yahni,Agus Setyono) Kemudian digantikan RUSLAN.(lurahnya Agus setyono, Muhamad hasim)
          Kamituwo Karang bernama SAMAD diganti YAHDI (lurahnya Rajad ) lalu NAWAN SUYONO (lurahnya Djempino,Yahni.)lalu diganti JARWANTO.(lurahnya Agus setyono,Muhamad Hasim)
          Kamituwo Tumpak bernama SAPAWI diganti SOPOWIRO lalu diganti SOIMIN(lurahnya Djempino,Yahni.) lalu digantikan SARMIDI.(lurahnya Agus setyono, Muhamad Hasim.)
          Jogoboyo MINTO (lurahnya Rajad) digantikan PARNO (sastrodiharjo lurahnya rajad ,dan Djempino)lalu diganti RUSLI (lurahnya yahni ,Agus setyono, Muhamad Hasim )
          Modinya(kesra) KARTOARJO diganti KARJIMUN (lurahnya rajad)diganti MARGONO (lurahnya Rajad, Djempino,Yahni.)lalu diganti MUHAMAD HASIM (lurahnya Agus setyono.)lalu diganti DASIYO sebelumnya pelaksana tehnis pertanian (lurahnya Muhamad hasim)
          Pemerintahan Bp Rajad Kebayannya : Joyoharjo,Wagimin,Joyosingun,Karjoyo,Bokari, Kasankariyo, Yatman, Supardan, Mardjoeki,Tukilan.Pembangunan fisik yang dicapai.
1.     Jalan setapak Karang – Madekan th 1956 bisa dilalui sepeda
2.     Tahun 1967 membangun Dam,Saluran air ,tempat ibadah,
3.     Tahun 1969 membangun SD swadaya
4.     Tahun 1971 mengelola Inpres menghasilkan Dam sepring ,Semunggur,

Pemerintahan Djoyotaruno 1937 Th 1983
Pemerintahan Djempino mulai Th 1983 s/d 1991
Pemerintahan YAHNI Mulai Th1991 s/d 2002
Pemerintahan AGUS SETYONO mulai Th 2002 s/d 2012
Pemerintahan MUHAMAD HASIM mulai Th 2012


Sumber : Wawancara (Bpk. Pujo selaku tetua desa Jetis Kidul), (Bpk. Wiro selaku Lurah desa Jetis Kidul), (warga Jetis Kidul).

Jumat, 19 Agustus 2016

SEJARAH KOPERASI BATIK ASIA TIMUR ASLI REPUBLIK INDONESIA (BATARI) DI SURAKARTA


Pada awal abad ke 20, industri batik di Laweyan memegang peranan penting dalam kehidupan politik. Laweyan sebagai pemukiman batik tumbuh pesat menjadi industri batik dan melahirkan para saudagar yang kekayaannya melebihi kaum bangsawan kraton. Saudagar bukan lagi kelompok wong cilik, tetapi diakui menjadi kelas menengah, namun memiliki kekuatan ekonomi yang tidak kalah dengan bangsawan.
Pada sekitar tahun 1930 terjadi depresi ekonomi yang berskala internasional. Depresi ini berakibat merosotnya harga bahan mentah di negara Barat, bangkrutnya pabrik-pabrik dan bank-bank. Industri batik Laweyan juga mengalami goncangan dengan harus mengurangi produksinya karena lesunya batik  di pasaran. Bahan baku batik di kawasan Laweyan bergantung dari impor luar negeri terutama Eropa (Belanda). Hal itu menimbulkan pengusaha pribumi sering terbentur dengan modal yang kecil, sehingga mereka terlibat dengan hutang dan jatuh pada renternir untuk memperoleh kredit modal. Dari pinjaman modal tersebut para pengusaha diharuskan untuk menjual sebagian hasil produksinya kepada renternir sebagai syarat kredit.
Budi Utomo hadir untuk mengatasi keterpurukan ini dan sebagai penggerak pendirian koperasi yang anggotanya para saudagar pribumi di Laweyan Surakarta. Koperasi Perserikatan Saudagar ini berusaha mendirikan industri tekstil sendiri. Industri tenun yang mulai tumbuh tentu saja juga menghidupkan kembali industri batik. Pada bidang ekonomi, para saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan koperasi dengan didirikannya Persatoean Peroesahaan Batik Boemi Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935.
Pada masa pendudukan militer Jepang, industri batik mengalami penurunan. Hal ini disebabkan kuatnya tekanan politik dan ekonomi yang dilakukan Jepang. Selain itu, konfrontasi Jepang dengan Sekutu mengakibatkan bahan baku produksi batik yang disediakan oleh industri tekstil Belanda tidak dapat diharapkan, sebab Belanda memiliki hubungan dengan sekutu. Hal ini yang mengakibatkan industri batik pada saat itu semakin sulit. Di satu sisi, rakyat ditekan oleh Jepang, di sisi lain produksi mereka terganggu karena kurang lancarnya bahan baku.
Pada tahun 1945, koperasi batik di Surakarta kembali aktif. Pengusaha batik terpecah menjadi dua kelompok. Sebagian tergabung dalam PBBIS di bawah pimpinan Priyoraharjo, dan sebagian tergabung dalam PERBIS di bawah pimpinan A. Muslim. Pada tahun 1948, setelah mendapat saran dari Teko Sumidwiryo, kedua pimpinan koperasi tersebut rela mengorbankan koperasi masing-masing dan bersama-sama mendirikan satu saja koperasi batik dalam satu daerah kerja Surakarta. Pada tanggal 1 Januari 1948, berdirilah koperasi Batari kepanjangan dari Batik Timur Asli Republik Indonesia.
Koperasi Batari adalah salah satu koperasi batik primer. Koperasi Batari menampung para pengusaha batik di Surakarta dan sekitarnya. Sejak berdirinya koperasi ini maka para pengusaha batik mulai bergabung ke dalam koperasi. Sebagai organisasi resmi berdiri, dengan segera Koperasi Batari mulai beraktifitas untuk memenuhi kebutuhan anggota untuk meningkatkan produktivitas usaha batikdan mencapai kemajuan industri batik di Eks Karesidenan Surakarta.
Di dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1967 pengertian yang tercantum dalam bab III bagian I pasal 3 menyebutkan bahwa koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi yang berwatak sosial. Beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Pengertian ini memberi gambaran tentang ciri ganda koperasi yaitu ekonomi dan sosial, namun koperasi tetap bekerja menurut prinsip-prinsip ekonomi dengan melandaskan unsur sosial yang tersirat pada asas koperasi. Watak sosial koperasi bukanlah watak dermawan atau bersedekah, tetapi lebih untuk mengutamakan kepentingan keseluruhan, koperasi menggarap kepentingan keseluruhan (bersama), kepentingan pribadi yang tidak tercerminkan dalam kepentingan bersama dipenuhi di luar koperasi. Sifat sosial ini lebih untuk menerangkan kedudukan anggota dalam koperasi, hubungan antara sesama anggota dengan pengurus.
Sifat sosial koperasi merupakan penjabaran yang luas dari asas kekeluargaan, bahwa hubungan sesama anggota di dalam berkoperasi terikat oleh rasa kebersamaan, rasa senasib sepenanggungan sehingga tumbuh sikap saling menolong. Perwujudan semangat ini adalah ketetapan di dalam anggaran dasar koperasi yang menyebutkan bahwa sisa hasil usaha (SHU) disisihkan untuk dana sosial. Koperasi Batari sebagai organisasi koperasi juga berusaha memenuhi amanat organisasi. Untuk bidang sosial Koperasi Batari memiliki agenda tersendiri dalam usaha mensejahterakan anggotanya dan masyarakat luas. Pokok dari sosial koperasi adalah dapat bermanfaat bagi masyarakat umum, khususnya mereka yang berekonomi lemah.
Kegiatan sosial yang dilaksanakan Koperasi Batari adalah mendirikan balai pengobatan atau poliklinik. Balai pengobatan ini didirkan untuk menjaga kesehatan buruh-buruh batik, pegawai koperasi dan keluarga pembatikan. Buruh-buuh dan pegawai koperasi mendapatkan pelayanan tanpa dipungut biaya dalam berobat. Keberadaan balai ini menjadi alternatif pilihan masyarakat sekitar utamanya para buruh-buruh. Mereka merasa lebih ringan ketika berobat ke balai tersebut.
Dalam masa percobaannya balai pengobatan Koperasi Batari kurang dapat bekerja secara maksimal. Hal ini dapat dipahami karena mereka masih bingung untuk mendapatkan dokter tetapnya. Akhirnya mereka mengangkat beberapa dokter sebagai dokter yang bertugas di balai pengobatan Koperasi Batari. Untuk melancarkan usaha ini diangkat pula beberapa perawat dalam membantu dokter-dokter tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan di balai pengobatan Koperasi Batari.
Keputusan mendirikan pengobatan ini ditetapkan pada rapat anggota sejak awal. Para anggota telah menyadari pentingnya keberadaan poliklinik untuk membantu memudahkan masyarakat dalam berobat. Pengalaman menjadi anggota Batari telah mendorong semua anggota bersikap lebih peka terhadap masyarakat dan mengenali kebutuhan masyarakat. Para anggota sadar bahwa kesehatan merupakan nikmat yang mahal. Untuk itu dengan kemampuan yang dimiliki lewat koperasi mereka berusaha meringankan masyarakat dalam berobat.
Dalam prakteknya banyak juga orang umum yang berobat ke poliklinik ini. Sarana kesehatan yang ada di daerah-daerah di luar Surakarta sat itu sangatlah kurang. Keberaaan balai in sangat dibutuhkan masyarakat dalam memelihara kesehatannya ketika hendak berobat. Dahulu untuk urusan berobat ternyata semakin meningkat. Hal ini menunjuukan respon positif dari masyarakat. Keberadaan balai pengobatan Koperasi Batari telah banyak membantu masyarakat sekitar, sebab biaya pengobatan lebih murah.
Perkembangan balai pengobatan dari tahun ke tahun semakin menunjukkan kemajuan. Koperasi melihat bahwa usaha ini harus terus ditingkatkan. Keberadaan balai pengobatan ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, utamanya mereka golongan menengah ke bawah. Buruh-buruh batik dari para pengusaha juga sangat terbantu dengan adanya poliklinik ini. Mereka jadi lebih mudah berobat dan dengan ongkos yang lebih murah. Balai Pengobatan Koperasi Batari merupakan pilihan untuk berobat. Balai ini dimanfaatkan oleh masyarakat, mereka yang bukan batikpun berobat ke poliklinik ini.
Pada tahun 1962,Pada saat Demokrasi Terpimpin yang mempunyai paham Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) yang sangat kuat, berusaha untuk memasukkan paham itu ke dalam segala aspek pemerintahan, tidak terkecuali pada usaha koperasi.
Pendidikan merupakan bagian dari kegiatan sosial koperasi sebagai wujud kepedulian pada sektor ini. Koperasi melihat bahwa pendidikan adalah salah satu kebutuhan pokok untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, sebab dengan ilmu masyarakat mampu berpikir ke depan, dan berbuat cerdas untuk kemajuan yang lebih baik. Meskipun dalam taraf yang relatif kecil, namun usaha di bidang ini cukup bermanfaat.
Semakin berkembannya Batik Batari tersebut menimbulkan suatu gagasan untuk menyisihkan keuntungannya untuk kepentingan sosial dengan mendirikan sebuah Yayasan. yang diberi nama Yayasan Pendidikan Batik Batari serta direalisasikan dengan berdirinya SMP dan SMA Batari. Dengan didirikannya kedua sekolah tersebut diharapkan dapat melahirkan bibit-bibit kader koperasi yang akan sangat berguna bagi perkembangan dan kemajuan koperasi di kemudian hari. Oleh karena itu pada sekolah-sekolah tersebut, selain masa pelajaran sebagaimana umumnya pelajaran SMP dan SMA, juga diajarkan sedikit mata pelajaran koperasi dan pengetahuan batik, serta pengetahuan dagang.
Pada mulanya yang dilakukan koperasi dalam bidang ini adalah membentuk sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Batik. TK ini berdiri sejak tahun 1957 tepatnya tanggal 18 Juli 1957. TK ini merupakan bagian dari kegiatan Koperasi Batari. Menurut informasi yang ada, dahulu TK ini diresmikan sendiri oleh Muh. Hatta wakil Presiden RI. Segala pembiayaan untuk TK ini diambilkan dari SHU Batari dan Bantuan GKBI. Keberadaan TK ini sangat bermanfaat bagi masyarakat bagi masyarakat sekitar, karena pada masa itu belum ada kesadaran pendidikan pra sekolah bagi anak, dan lagi belum banyak Taman kanak-Kanank yang di bekonang. Dapat dikatakan bahwa TK Batik merupakan pelopor keberadaan TK di Bekonang.
Usaha dalam bidang pendidikan dilanjutkan oleh Koperasi Batari dengan mendirikan SMP pada tanggal 1 Agustus 1957 dengan nama SMP Batari Surakarta. Penggunaan gedung diresmikan oleh Dr. Mohammad Hatta, Bapak Koperasi Indonesia pada tanggal 19 Juli 1957. Lokasi SMP Batik Surakarta sejak berdiri sampai dengan sekarang berlokasi di Jalan Slamet Riyadi 447 Surakarta dengan alamat Desa Griyan, Kalurahan Pajang, Kecamatan Laweyan Surakarta. Kepala sekolah pada awal berdirinya SMP Batari tersebut dijabat oleh Natsir Rosyidi tahun 1957-1959, yang kemudian digantikan oleh H. Mohammad Slamet tahun 1960-1992.
Tidak jauh dari SMP yang sudah terlebih dahulu didirikan, gedung untuk SMA Batari didirikan tepat di sebelah timur SMP Batari. SMA Batari sejak awal berdirinya sudah mengalami beberapa pergantiankepala yaitu pada tahun 1957-1958 dijabat oleh bapak Soekarno, kemudian Bapak Drs. Mardie AS., BA tahun 1958-1960, dan selanjutnya pada tahun 1960-1964 Bapak Prof. A. Wasit Aulawi, M.A.


Sumber :
Soedarmono. 2006. Mbok Mase, Pengusaha Batik Di Laweyan Surakarta Awal Abad 20. Jakarta: Yayasan Warna-Warni Indonesia.
Tugas Tri Wahyono dkk. 2014. Perempuan Laweyan Dalam Industri Batik Di Surakarta. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta.
Teko Sumodiwiryo. 1995. Kopeasi Dan Artinya Bagi Masyarakat Indonesia. Jakarta: Koperasi Pusat GKBI.

Benny Nugroho. Dinamika Koperasi Batari (Batik Timur Asli Republik Indonesia) Surakarta tahun 1948-1980. Skripsi S1 Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret.
Kondisi dan Fungsi Partini Tuin dan Partinah Bosch Taman Balekambang Hingga Pasca Kemerdekaan Indonesia


KGPAA Mangkunegara VII melanjutkan pembangunan yang dirintis oleh pendahulunya. Sejak awal abad 20 di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian kebijakan pembaharuan dalam bidang pemerintahan, khususnya pembangunan sarana perkotaan bagi Mangkunegara VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk mengikuti perkembangan zaman. Konsep kota Surakarta sebagai “Solo Berseri” sebenarnya telah muncul sejak masa pemerintahan Mangkunegara VII. Hal ini ditandai dengan pembangunan sarana umum dan sarana perkotaan antara lain: Taman Tirtonadi, Minapadi, Partimah ParkSocieteit Sasono Suko (SSS). Atas kehendak Mangkunegoro VII, dibangun pula lapangan Manahan yang luas sekali untuk olahraga pacuan kuda dengan diberi tribun penonton.
Di tempat yang tidak jauh lagi, pada akhir tahun 1921 dibuka taman hiburan yang dinamakan Partini Tuin, yang artinya taman Partini. Partini adalah nama puteri Kangjeng Gusti Mangkunegoro VII, yang paling tua. Tetapi rakyat jelata menyebutnya “Balekambang”. Di taman tersebut diadakan hiburan pertunjukkan Wayang Orang atau Kethoprak. Dahulu di sebelah timur Balekambang yang dipenuhi pohon trembesi dan pohon lainnya yang besar-besar dan sangat rimbun, terdapat sebuah taman buatan KGPAA Mangkunegara VII (1916-1944) yang dinamakan Partinah Bosch atau taman Partinah.
Terletak di sebelah utara lapangan Manahan dan biasa disebut Balekambang, bale artinya rumah, kambang artinya mengapung. Dengan demikian, Balekambang adalah rumah yang mengapung di tengah telaga buatan, yaitu di Pemandian Balekambang. Balekambang disebut juga Partini Tuin artinya Taman Partini. Taman ini dibuka pada hari Rabu Kliwon, tanggal 26 Sapar 1853 atau 1882 Masehi oleh KGPAA Mangkunegaran VII untuk kenang-kenangan terhadap putrinya yang bernama Bandara Raden Ajeng Partini yang kemudian kawin dengan Prof. Dr. Husein Jayadiningrat. Dahulu di taman ini terdapat rumah bentuk joglo yang bagus tapi sekarang sudah tidak ada, sebab telah di jual kepada RT Harjanagara, seseorang penggemar barang-barang kuno.
Gambar 1. Foto Partini Tuin Tempo Dulu
Sumber: www.kitlv.nl

Partini Tuin merupakan sarana rekreasi yang juga dilengkapi dengan lapangan olahraga dan pemandian. Di taman tersebut diadakan hiburan pertunjukan wayang orang dan ketoprak Kusumawardani Plein merupakan lapangan milik Mangkunegara VII yang dibangun untuk memperingati kelahiran puterinya, yaitu B.R.A. Siti Nurul Kamaril Ngarasati Retno Kusumawardani. Sekarang Balekambang masih menjadi tempat wisata dan taman hiburan bagi rakyat, seperti ketoprak, wayang wong dan sebagainya.
Terletak di sebelah utara Partini Tuin, terdapat Partinah Bosch ialah sebuah hutan kecil milik Mangkunegaran. Partinah Bosch dibuat sebagai kenang-kenangan KGPAA Mangunegoro VII kepada putrinya yang bernama Raden Ajeng Partinah yang kemudian kawin dengan Mr. RM Murdakusuma, putra Bupati Batang. Halaman tersebut dibuat seperti hutan kecil yang di dalamnya dilengkapi dengan kijang dan menjangan yang hidup di alam bebas. Tempat ini digunakan juga sebagai tempat minum binatang peliharaan yang dimiliki oleh Mangkunegaran, karena dulunya tempat ini seperti semacam kebun binatang milik Mangkunegaran.
Balekambang merupakan tanah yasan dalem Sri Mangkunegoro. Pendirian taman ini mulanya merupakan taman untuk rekreasi keluarga Mangkunegaran, namun dalam perkembangan lebih lanjut dibuka untuk masyarakat umum. Pada masa KGPAA Mangkunegoro VII, taman Balekambang dibuatkan kolam renang untuk umum yang dinamakan Padusan Tirtayasa. Dengan adanya padusan ini taman Balekambang menjadi semakin ramai dan berkembang. Apalagi sebelah selatan padusan dilengkapi dengan kebun binatang kecil-kecilan. Juga ada pertunjukan ketoprak seminggu sekali diselingi wayang orang, layar tancap, dan pertunjukan lainnya.
Gambar 2. Foto Anak-Anak Berenang di Padusan Tirtoyoso.
Sumber: www.kitlv.nl
Taman Balekambang terdiri atas dua area. Area yang pertama dinamakan Partini Tuin atau Taman Air Partini, berfungsi sebagai penampungan air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang ada didalam kota juga digunakan untuk bermain perahu. Area yang kedua bernama Partinah Bosch artinya Hutan Partinah yang ditanami tumbuhan langka seperti kenari. beringin putih, beringin sungsang, dan apel coklat. Fungsi dari taman kota ini adalah sebagai resapan dan paru-paru kota. 
Pada mulanya Taman Balekambang tidak buka untuk umum pada masa pemerintahan KGPAA Mangkunegara VII, baru pada era  KGPAA Mangkunegara VII Taman Balekambang mulai dibuka untuk umum. Sejak itu mulai diselenggarakan beragam kesenian untuk rakyat, seperti ketoprak. Begitu besarnya pengaruh Taman Balekambang di Solo bagi para seniman yang ingin tampil di sana, dari seniman kecil hingga seniman besar, dari ruang lingkup lokal hingga nasional. Sebagai contoh kesenian dalam ruang lingkup nasional adalah pagelaran ketoprak yang diadakan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1947. Meskipun pagelaran ketoprak ruang lingkup nasional, peminjaman tempat serta sarana prasarana tetap atas ijin Mangkunegaran.
 Pagelaran ketoprak terus berkembang di Taman balekambang hingga tak sedikit masyarakat, khususnya wanita yang berjualan makanan di sana. Lama kelamaan Taman Balekambang tidak hanya terkenal akan ketopraknya, namun juga kondang dengan wanita nakalnya. Inilah yang menyebabkan pamor Taman Balekambang menjadi buruk di mata masyarakat. Hal itu juga diperparah dengan dibukanya kolam renang Tirtomoyo Manahan, sebelah selatan Taman Balekambang.
Dengan sebab-sebab demikian, Taman Balekambang semakin tersingkir dan juga sepi. Hanya warung minum yang setiap harinya sebagai tempat mangkal wanita nakal yang menjajakan diri di sekitar lapangan Manahan. Nasib Taman Balekambang yang penuh nilai historis hanya menjadi sebatas tempat yang menyedihkan. Dari yang berfungsi sebagai wahana rekreasi milik keluarga raja, beralih fungsi menjadi tempat rekreasi rakyat hingga menjadi tempat maksiat.
Di era modern ini, Pemerintah kota Solo terus dilakukan revitalisasi atas Taman Balekambang. Setelah itu, Taman Balekambang mulai dimultifungsikan sebagai taman seni dan budaya, taman botani, taman edukasi, dan taman rekreasi di kota Solo.


Sumber :
RM. Sayid. 2001. Babad Sala. Surakarta: Reksopustoko Istana Mangkunegaran.
Surat keperluan di Taman Partini tanggal 25 Nopember 1947 dari Pemerintah Kota
Surakarta Republik Indonesia kepada Kepala Kabupaten Mandrapura
Mangkunegaran, Mangkunegaran: Arsip Reksopustoko
Artikel Jaya Baya tentang “Taman Balekambang Saya Memelas”, (Mangkunegaran:
Reksopustoko).